Page 61 - Kelas XI_Sejarah Indonesia_KD 3.6
P. 61

61



                            Perjuangan Kita  adalah  karya  terbesar Syahrir, kata  Salomon Tas,
                       bersama surat-surat politiknya semasa pembuangan di  Boven Digul  dan
                       Bandaneira.   Manuskrip   itu   disebut   Indonesianis  Ben   Anderson  sebagai,
                       "Satu-satunya   usaha   untuk   menganalisis   secara   sistematis   kekuatan
                       domestik   dan   internasional   yang   memperngaruhi   Indonesia   dan   yang
                       memberikan perspektif yang masuk akal bagi gerakan kemerdekaan pada
                       masa depan."
                            Terbukti   kemudian,   pada   November   ’45   Syahrir   didukung   pemuda
                       dan ditunjuk Soekarno menjadi formatur kabinet parlementer. Pada usia 36
                       tahun,   mulailah   lakon   Syahrir   dalam   panggung   memperjuangkan
                       kedaulatan Republik Indonesia, sebagai Perdana Menteri termuda di dunia,
                       merangkap Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri.
                            Penculikan Perdana Menteri Sjahrir merupakan peristiwa yang terjadi
                       pada  26   Juni  1946  di  Surakarta  oleh   kelompok   oposisi  Persatuan
                       Perjuangan  yang   tidak   puas   atas   diplomasi   yang   dilakukan   oleh
                       pemerintahan Kabinet Sjahrir II dengan pemerintah Belanda karena sangat
                       merugikan   perjuangan   Bangsa   Indonesia   saat   itu.   Kelompok   ini
                       menginginkan   pengakuan   kedaulatan   penuh   (Merdeka   100%)   yang
                       dicetuskan   oleh  Tan   Malaka.   Sedangkan   kabinet   yang   berkuasa   hanya
                       menuntut pengakuan kedaulatan atas Jawa dan Madura.
                            Kelompok   Persatuan   Perjuangan   ini   dipimpin   oleh   Mayor   Jendral
                       Soedarsono dan 14 pimpinan sipil, di antaranya Tan Malaka dari Persatuan
                       Perjuangan bersama dengan Panglima besar Jendral sudirman. Perdana
                       Menteri Sjahrir ditahan di suatu rumah peristirahatan di Paras.
                            Presiden  Soekarno  sangat   marah   atas   aksi   penculikan   ini   dan
                       memerintahkan   Polisi   Surakarta   menangkap   para   pimpinan   kelompok
                       tersebut.   Tanggal  1   Juli  1946,   ke-14   pimpinan   berhasil   ditangkap   dan
                       dijebloskan ke penjara Wirogunan.
                            Tanggal  2 Juli  1946, tentara Divisi 3 yang dipimpin Mayor Jendral
                       Soedarsono  menyerbu   penjara   Wirogunan   dan   membebaskan   ke   14
                       pimpinan penculikan.
                            Presiden   Soekarno   marah   mendengar   penyerbuan   penjara   dan
                       memerintahkan Letnan Kolonel  Soeharto, pimpinan tentara di Surakarta,
                       untuk menangkap Mayjen Soedarsono dan pimpinan penculikan. Lt. Kol.
                       Soeharto   menolak   perintah   ini   karena   dia   tidak   mau   menangkap
                       pimpinan/atasannya   sendiri.   Dia   hanya   mau   menangkap   para
                       pemberontak   kalau   ada   perintah   langsung   dari   Kepala   Staf   militer   RI,
                       Jendral Soedirman. Presiden Soekarno sangat marah atas penolakan ini
                       dan menjuluki Lt. Kol. Soeharto sebagai perwira keras kepala (koppig).
                            Lt. Kol. Soeharto berpura-pura bersimpati pada pemberontakan dan
                       menawarkan   perlindungan   pada   Mayjen   Soedarsono   dan   ke   14   orang
                       pimpinan di markas resimen tentara di Wiyoro. Malam harinya Lt. Kol.
                       Soeharto membujuk Mayjen Soedarsono dan para pimpinan pemberontak
                       untuk menghadap Presiden RI di Istana Presiden di Jogyakarta. Secara
                       rahasia, Lt. Kol. Soeharto juga menghubungi pasukan pengawal Presiden
                       dan   memberitahukan   rencana   kedatangan   Mayjen   Soedarsono   dan
                       pimpinan pemberontak.
                            Tanggal 3 Juli 1946, Mayjen Soedarsono dan pimpinan pemberontak
                       berhasil   dilucuti   senjatanya   dan   ditangkap   di   dekat   Istana   Presiden   di
                       Yogyakarta  oleh   pasukan   pengawal   presiden.   Peristiwa   ini   lalu   dikenal
                       sebagai pemberontakan 3 Juli 1946 yang gagal.
                            Setelah kejadian penculikan Syahrir hanya bertugas sebagai Menteri
                       Luar   Negeri,   tugas   sebagai   Perdana   Menteri   diambil   alih   Presiden
                       Soekarno.   Namun   pada   tanggal  2   Oktober  1946,   Presiden   menunjuk
   56   57   58   59   60   61   62   63   64   65   66