Page 63 - Kelas XI_Sejarah Indonesia_KD 3.6
P. 63
63
dengan pemerintah republik. Secara politik, hal ini berarti secara de facto
sekutu mengakui eksistensi pemerintah RI.
Jalan berliku diplomasi diperkeruh dengan gempuran aksi militer
Belanda pada 21 Juli 1947. Aksi Belanda tersebut justru mengantarkan
Indonesia ke forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Setelah tidak lagi
menjabat Perdana Menteri (Kabinet Sjahrir III), Syahrir diutus menjadi
perwakilan Indonesia di PBB. Dengan bantuan Biju Patnaik, Syahrir
bersama Agus Salim berangkat ke Lake Success, New York melalui New
Delhi dan Kairo untuk menggalang dukungan India dan Mesir.
Pada 14 Agustus 1947 Syahrir berpidato di muka sidang Dewan
Keamanan PBB. Berhadapan dengan para wakil bangsa-bangsa sedunia,
Syahrir mengurai Indonesia sebagai sebuah bangsa yang berabad-abad
berperadaban aksara lantas dieksploitasi oleh kaum kolonial. Kemudian,
secara piawai Syahrir mematahkan satu per satu argumen yang sudah
disampaikan wakil Belanda, Eelco van Kleffens. Dengan itu, Indonesia
berhasil merebut kedudukan sebagai sebuah bangsa yang
memperjuangan kedaulatannya di gelanggang internasional. PBB pun
turut campur, sehingga Belanda gagal mempertahankan upayanya untuk
menjadikan pertikaian Indonesia-Belanda sebagai persoalan yang semata-
mata urusan dalam negerinya.
Van Kleffens dianggap gagal membawa kepentingan Belanda dalam
sidang Dewan Keamanan PBB. Berbagai kalangan Belanda menilai
kegagalan itu sebagai kekalahan seorang diplomat ulung yang
berpengalaman di gelanggang internasional dengan seorang diplomat
muda dari negeri yang baru saja lahir. Van Kleffens pun ditarik dari posisi
sebagai wakil Belanda di PBB menjadi duta besar Belanda di Turki.
Syahrir populer di kalangan para wartawan yang meliput sidang
Dewan Keamanan PBB, terutama wartawan-wartawan yang berada di
Indonesia semasa revolusi. Beberapa surat kabar menamakan Syahrir
sebagai The Smiling Diplomat.
Syahrir mewakili Indonesia di PBB selama 1 bulan, dalam 2 kali
sidang. Pimpinan delegasi Indonesia selanjutnya diwakili oleh Lambertus
Nicodemus Palar (L.N.) Palar sampai tahun 1950. [
Selepas memimpin kabinet, Sutan Syahrir diangkat menjadi
penasihat Presiden Soekarno sekaligus Duta Besar Keliling. Pada tahun
1948 Syahrir mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI) sebagai partai
alternatif selain partai lain yang tumbuh dari gerakan komunis
internasional. Meskipun PSI berhaluan kiri dan mendasarkan pada ajaran
Marx-Engels, namun ia menentang sistem kenegaraan Uni Soviet.
Menurutnya pengertian sosialisme adalah menjunjung tinggi derajat
kemanusiaan, dengan mengakui dan menjunjung persamaan derajat tiap
manusia.
Meskipun perawakannya kecil, yang oleh teman-temannya sering
dijuluki Si Kancil, Sutan Syahrir adalah salah satu penggemar olahraga
dirgantara, pernah menerbangkan pesawat kecil dari Jakarta ke Yogyakarta
pada kesempatan kunjungan ke Yogyakarta. Di samping itu juga senang
sekali dengan musik klasik. Ia juga bisa memainkan biola.
Tahun 1955 PSI gagal mengumpulkan suara dalam pemilihan umum
[5]
pertama di Indonesia. Setelah kasus PRRI tahun 1958 , hubungan Sutan
Syahrir dan Presiden Soekarno memburuk sampai akhirnya PSI dibubarkan
tahun 1960. Tahun 1962 hingga 1965, Syahrir ditangkap dan dipenjarakan
tanpa diadili sampai menderita stroke. Setelah itu Syahrir diizinkan untuk
berobat ke Zürich Swiss, salah seorang kawan dekat yang pernah
menjabat wakil ketua PSI Sugondo Djojopuspito mengantarkannya di