Page 53 - Kelas XI_Sejarah Indonesia_KD 3.6
P. 53

53



                       Konferensi   Meja   Bundar  (KMB)   yang   diadakan   di  Den   Haag  sesudah
                       berunding selama 3 bulan, pada 27 Desember 1949 kedaulatan NKRI kita
                       miliki untuk selamanya. Ratu Juliana memberi tanda pengakuan Belanda
                       atas kedaulatan negara Indonesia tanpa syarat kecuali Irian Barat yang
                       akan   dirundingkan   lagi   dalam   waktu   setahun   setelah   Pengakuan
                       Kedaulatan kepada Bung Hatta yang bertindak sebagai Ketua Delegasi
                       Republik Indonesia di Amsterdam dan di Jakarta.
                            Di Amsterdam dari Ratu Juliana kepada Drs. Mohammad Hatta dan di
                       Jakarta   dari   Dr.   Lovink   yang   mewakili   Belanda   kepada  Sri   Sultan
                       Hamengku Buwono IX. Sehingga pada akhirnya negara Indonesia menjadi
                       negara  Republik   Indonesia   Serikat  (RIS),   Bung   Hatta   terpilih   menjadi
                       Perdana Menteri RIS juga merangkap sebagai Menteri Luar Negeri RIS dan
                       berkedudukan di Jakarta dan Bung Karno menjadi Presiden RIS. Ternyata
                       RIS tidak berlangsung lama, dan pada 17 Agustus 1950, Indonesia menjadi
                       Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan ibu kota Jakarta dan
                       Perdana Menteri Mohammad Natsir.        [64]  Bung Hatta menjadi Wakil Presiden
                       RI lagi dan berdinas di Jalan Medan Merdeka Selatan 13 Jakarta.

















                            Kunjungan kerja Wakil Presiden Moh.Hatta ke Yogyakarta tahun 1950.
                       Tampak dalam gambar,paling kiri, Mayor  Pranoto Reksosamodra  sebagai
                       Komandan Militer Kota Besar Yogyakarta.
                            Pada tahun 1955, Mohammad Hatta membuat pernyataan bahwa bila
                       parlemen  dan  konstituante  pilihan   rakyat   sudah   terbentuk,   dia   akan

                       mengundurkan   diri   sebagai   wakil   presiden. Menurutnya,   dalam   negara
                       yang   mempunyai  kabinet   parlementer,   Kepala   Negara   adalah   sekadar
                       simbol saja, sehingga Wakil Presiden tidak diperlukan lagi.
                            Pada tanggal 20 Juli 1956, Mohammad Hatta menulis sepucuk surat
                       kepada   Ketua   DPR   pada   saat   itu,  Sartono  yang   isinya   antara   lain,
                       "Merdeka, Bersama ini saya beritahukan dengan hormat, bahwa sekarang,
                       setelah Dewan Perwakilan Rakyat yang dipilih rakyat mulai bekerja, dan
                       Konstituante menurut pilihan rakyat sudah tersusun, sudah tiba waktunya
                       bagi   saya   untuk   mengundurkan   diri   sebagai   wakil   presiden.   Segera,
                       setelah Konstituante dilantik, saya akan meletakkan jabatan itu secara
                       resmi."
                            DPR menolak secara halus permintaan Mohammad Hatta tersebut,
                       dengan   cara   mendiamkan   surat   tersebut.   Kemudian,   pada   tanggal  23
                       November  1956,  Bung  Hatta   menulis  surat  susulan  yang  isinya  sama,
                       bahwa   tanggal  1   Desember  1956,   dia   akan   berhenti   sebagai   Wakil
                       Presiden RI. Akhirnya, pada sidang DPR pada  30 November  1956, DPR
                       akhirnya menyetujui permintaan Mohammad Hatta untuk mengundurkan
                       diri dari jabatan sebagai Wakil Presiden, jabatan yang telah dipegangnya
                       selama 11 tahun.
                            Di akhir tahun 1956 juga, Hatta tidak sejalan lagi dengan Bung Karno
                       karena dia tidak ingin memasukkan unsur  komunis  dalam kabinet pada
   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58