Page 8 - KECERDASAN EMOSIONAL DAN SPIRITUAL
P. 8
c. Tasyakur.
Ini momentumekspresi diri atas anugerah yang kita terima dari Allah
SUBHANAHU WATA‟ALA. Setelah Tafakur dan Tadabur, sungguh kita
mampu melahirkan rasa syukur yang tinggi. Bersyukur atas apa yang
kita miliki sehingga menjadi berkah dalam hidup. Bersyukur artinya tidak
hanya mengucap “syukur-alhamdulillah” tetapi diikuti kesediaan untuk
merealisasikan dalam perilaku nyata; berbagi pada sesama, peduli
pada anak-anak yatim, dan sejenisnya. Inilah fitrah kita sebagai hamba-
Nya yang bersyukur.
d. Tanpa Takabur.
Inilah momentum kita untuk tidak merasa diri sombong. Kita bukanlah
siapa-siapa maka kita tak boleh angkuh. Takabur adalah salah satu
penyakit hati yang mudah tampak pada perilaku. Mau merenung,
merefleksikan diri menjadi cara kita meniadakan sifat takabur.
Sungguh refleksi diri menjadi penting bagi kita hari ini dan esok. Refleksi diri
adalah pengendalian diri agar kita tidak semakin terbelenggu oleh hawa
nafsu, hingga lupa menghitung-menghitung diri (muhasabah) dalam
ketaatan-Nya. Kalau saja refleksi diri dalam hidup telah kita lakukan,
kemudian kita akan kembali “bergerak”, move on ... Karena hakikat hidup
juga kita dinamis, bergerak seiring dinamika zaman. Kalau kita sepakat
hidup adalah perjalanan, maka setelah “berhenti sejenak” kita harus
kembali bergerak. Betapa indahnya hidup kita, jika kita mampu merajut
“refleksi diri” dan “move on – bergerak kembali” sebagai bagian dari siklus
kehidupan yang kita bangun. Kita tetap fokus menengok ke depan dan
menjalani kehidupan, di samping tetap melakukan refleksi diri atas apa
yang sudah kita lewati. Mengapa kaca mobil depan lebih besar daripada
kaca spion, karena kita diminta untuk tetap fokus dan bergerak maju ke
depan agar berhasil dengan sesekali melihat sejenak apa yang ada di
belakang kita. Tetap fokus ke depan, tetapi perlu sedikit melihat ke
belakang agar semuanya terkendali dengan baik. Jadi, mulailah untuk
mengambil momentum “Refleksi Diri, lalu Move On ...”
5