Page 37 - Microsoft Word - KeruntuhanTeoriEvolusi
P. 37
BAB 7
PENAFSIRAN MENYESATKAN TENTANG FOSIL
Sebelum melangkah ke bagian terperinci dari mitos evolusi manusia, perlu disebutkan metode
propaganda yang telah meyakinkan masyarakat umum tentang gagasan bahwa di masa lampau pernah hidup
makhluk separo manusia - separo kera. Metode propaganda ini menggunakan “rekonstruksi” yang dibuat
berdasarkan fosil-fosil. Rekonstruksi yang dimaksud adalah pembuatan gambar atau model makhluk hidup
berdasarkan sepotong tulang — kadangkala hanya berupa fragmen — yang berhasil digali. “Manusia kera”
yang kita lihat dalam surat kabar, majalah, atau film semuanya adalah hasil rekonstruksi.
Fosil-fosil biasanya tidak tersusun dan tidak lengkap. Karenanya, rekaan apa pun yang didasarkan
padanya cenderung sangat spekulatif. Kenyataannya, rekonstruksi (gambar atau model) yang dibuat evolusionis
berdasarkan peninggalan-peninggalan fosil itu telah dipersiapkan secara spekulatif namun cermat untuk
mendukung pernyataan evolusi. Seorang ahli antropologi dari Harvard, David R. Pilbeam, menegaskan fakta ini
ketika mengatakan, “Setidaknya dalam paleoantropologi, data masih sangat jarang sehingga teori sangat
mempengaruhi penafsiran. Teori-teori, di masa lampau, dengan jelas mencerminkan ideologi-ideologi kita
1
bukannya mewakili data sesungguhnya”. Karena masyarakat sangat terpengaruh oleh informasi visual,
rekonstruksi-rekonstruksi ini adalah cara terbaik untuk membantu kaum evolusionis mencapai tujuannya, yaitu
meyakinkan orang bahwa makhluk-makhluk ini benar-benar ada di masa lalu.
Sampai di sini, kita perlu menggarisbawahi satu hal: rekonstruksi berdasarkan sisa-sisa tulang hanya
dapat mengungkapkan karakteristik sangat umum dari obyek tersebut, karena penjelasan terperinci
sesungguhnya terletak pada jaringan lunak yang cepat sekali hancur. Jadi, dengan penafsiran spekulatif terhadap
jaringan lunak, gambar atau model rekonstruksi menjadi sangat tergantung pada imajinasi pembuatnya. Earnst
A. Hooten dari Universitas Harvard, menjelaskan situasi ini sebagai berikut:
Usaha untuk menyusun kembali bagian-bagian lunak adalah pekerjaan yang lebih berisiko lagi. Bibir,
mata, telinga dan ujung hidung tidak meninggalkan tanda apa pun pada tulang di bawahnya yang bisa menjadi
petunjuk. Dengan kemudahan yang sama, dari sebuah tengkorak Neandertaloid, Anda dapat merekonstruksi
muka simpanse atau roman aristokrat seorang filsuf. Nilai ilmiah restorasi hipotetis tipe-tipe manusia purba ini
sedikit sekali, itu pun kalau ada, dan ini cenderung hanya menyesatkan masyarakat.... Jadi, janganlah Anda
2
mempercayai rekonstruksi.
Kenyataannya, evolusionis mengarang cerita yang sangat tidak masuk akal sehingga untuk satu tengkorak
yang sama, mereka bahkan menggambarkan wajah-wajah yang berbeda. Satu contoh terkenal dari penipuan
semacam ini adalah tiga gambar rekonstruksi berlainan yang dibuat untuk satu fosil bernama Australopithecus
robustus (Zinjanthropus).
Penafsiran menyimpang terhadap fosil maupun pembuatan banyak rekonstruksi rekaan bisa menjadi
indikasi betapa sering evolusionis melakukan tipu muslihat. Namun ini tidak seberapa dibandingkan dengan
semua pemalsuan yang sengaja dilakukan sepanjang sejarah evolusi.
1) David R. Pilbeam, "Rearranging Our Family Tree", Nature, Juni 1978, hlm. 40