Page 25 - MatrixMagz_id coba online
P. 25
“Aku merasa tidak ada gunanya di mata teman - temanku Bukankah sudah kukatakan berulangkali,
dan hal itu membuat hatiku sangat tidak nyaman,”
“Jangan lakukan itu, Jangan lakukan itu!”
lanjutmu lagi. Tampaknya kau lupa jika kau memiliki
karena kau tidak memiliki sembilan nyawa seperti aku. Kini
keluarga yang menyayangimu. Ya, kau hanya lupa bahwa
aku kembali sendiri menjelajahi jalanan kota berjuang mem-
duniamu bukan hanya di lingkup sekolah, masih ada dunia
masa depan yang belum kau tapaki. Aku yakin dunia masa pertahankan sisa nyawaku untuk mencari orang – orang ber-
hati lembut yang tidak layak berakhir sepertimu. Tidak layak
depan itu pasti akan jauh lebih indah dari yang kau
bayangkan jika kau merancang dan membangunnya mulai untuk disisihkan hanya karena opini tentang fisik, materi,
sekarang, daripada sibuk memikirkan pertemanan yang juga tidak adanya sesuatu bisa mereka manfaatkan darimu.
tidak sehat. Aku tahu jika remaja sepertimu akan merasa Ironis!
senang dan bangga jika bisa bergabung dengan apa yang
Aku terkejut ketika mendengar suara ibu dan merasakan ke-
kalian sebut sebagai “geng”, huhhh…
cupannya untuk membangunkanku di pagi hari. Aku semakin
boleh-boleh saja jika geng itu untuk hal – hal positif. Tetapi
tidak percaya saat melihatmu duduk di tepi jendela kamar
masalahnya geng yang kau inginkan hanyalah sekelompok
sambil menjilati tubuh gempalmu.
remaja yang merasa superior, gengsi, dan membangun geng
itu untuk hal – hal yang bisa menguntungkan diri mereka “Lily…” teriakku.
masing- masing, untuk bisa berghibah tetapi tetap terlihat
Kau berlari ke pangkuanku sambil menggosok – gosokkan
elit. Kau salah, kau sangat salah. Meskipun kau bisa
badanmu di tubuhku.
bergabung di dalamnya, kau hanya akan merasa bangga
sesaat, sakit saat kau disingkirkan karena dianggap sudah “Kau benar Lily!” kataku.
tidak bermanfaat. Kau bukan barang, kau sesuatu yang ber-
“Kau benar, aku tidak punya sembilan nyawa untuk kusia-
harga bagi keluargamu, bagi semua yang mencintaimu
siakan hanya demi ego dan gengsi yang tidak masuk akal
dengan tulus. Tapi kau benar – benar lupa. Sejak hari itu,
bagiku. Aku tidak perlu menjadi orang lain untuk diterima
aku sering melihatmu menangis seorang diri di kamar. Aku
hanya karena takut kena ghibah tanpa bisa membela diri.
memiliki firasat buruk. Benar, aku melihatmu sedang
memegang sesuatu yang tajam. Aku berlari secepat kilat Aku sudah sangat beruntung memiliki keluarga yang peduli
menepis benda itu dari tanganmu itu dan langsung padaku dan teman yang dianggap biasa saja tetapi tulus da-
berteriak ripada menjadi bagian dari geng superior yang siap untuk
“Apakah kau sudah gila, kenapa kau lakukan ini!?!”. menerkam mangsanya dari belakang. Terimakasih Lily…”
Kau yang tadinya hanya diam dan membeku tiba-tiba Sebenarnya aku penasaran, apakah kau sudah menolongku
marah, mengumpatku dan membanting pintu. Aku dengan salah satu dari sembilan nyawamu?
menunggu berjam-jam di depan kamar, tetapi kau tetap
tidak mau membuka pintu. Karena sangat khawatir dengan
keadaanmu, aku terpaksa memanjat dan mengintip dibalik
jendela. Dari situ aku sangat terkejut melihatmu menyakiti
diri sendiri menggunakan benda itu. Aku tidak berdaya,
berulangkali aku mencoba masuk lewat pintu maupun jen-
dela namun tetap saja tidak berhasil.
Semakin hari perilakumu semakin tidak masuk akal.
Menangis, mengurung diri, dan menyakiti diri sendiri secara
diam -diam. Tidak ada seorangpun yang tahu kecuali aku
karena kau sangat pandai menyembunyikannya. Sore itu kau
kembali mengurung diri di kamar. Berjalan bolak – balik di
depan jendela kamar. Aku semakin cemas saat melihatmu
menghampiri dan membuka jendela itu. Firasat burukku
benar. Sedetik kemudian kulihat tubuhmu terjun bebas
melayang lepas dari cengkeramanku. Sesaat aku pun
merasakan rasa takut yang begitu mencekam saat bumi
begitu cepat menarik tubuh kita ke bawah. Kau berteriak
bahwa akhirnya kau sadar jika perbuatanmu sia-sia. Namun
sudah terlambat.
Kerumunan orang menyemut tepat setelah kita men-
darat dipangkuan bumi. Kau tergeletak tak lagi bergerak.
Kedua orang tuamu berteriak histeris menyebut namamu
berkali – kali sambil menangis. Sekilas aku melihat air mata
penyesalan di wajah pucatmu sesaat sebelum engkau
menghilang entah kemana.