Page 28 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 28

Utusan  RI  menerima  usul  ini,  karena  ketentuannya  adalah  diadakan  plebisit
            (pemungutan suara umum di suatu daerah untuk menentukan status daerah
            itu)  di  Indonesia  untuk  menentukan  apakah  daerah-daerah  bersedia  atau
            tidak bergabung dengan RI. Sementara itu muncul masalah-masalah di dalam

            negeri, khususnya intimidasi dari Belanda, yaitu pembentukan negara-negara
            boneka. Disamping pasca terjadinya perjanjian-perjanjian ini, pihak-pihak dari RI
            yang tidak puas pada perjanjian Renville kemudian membuat sebuah gerakan-
            gerakan pemberontakan yang merugikan perjuangan bangsa Indonesia seperti

            DI/TII pimpinan Kahar Muzakkar dan PKI Madiun pimpinan Musso.
                  Pada perkembangan berikutnya Belanda kembali melanggar isi perjanjian
            Renville  dengan  kembali  mengagresi  wilayah  Indonesia  terutama  Yogyakarta
            yang ketika itu menjadi Ibukota RI. Selain melakukan serangan militer Belanda

            kemudian  berhasil  menangkan para pemimpin  RI dan  mengasingkannya ke
            luar Yogyakarta. Agresi militer yang kedua ini kembali menimbulkan kecaman
            dunia internasional dan semakin menumbuhkan simpati pada RI. PBB kemudian
            mengusahakan  sebuah  badan  yaitu  UNCI  (United  Nations  Commision  of

            Indonesia)  yang  pada  perkembangan  selanjutnya  berhasil  mengusahakan
            beberapa perundingan antar dua negara ini.
                  Pada bulan April 1949 perundingan dimulai antara delegasi Indonesia yang
            dipimpin oleh Mr. Mohammad Roem dan Dr. J. H. Van Royen dari pihak Belanda

            di  Hotel  Des  Indes  (kini  Duta  Merlin),  perundingan  itu  diawasi  dan  dipimpin
            Marle Cochran, wakil dari Amerika Serikat dalam UNCI. Dalam perundingan ini
            pihak Indonesia menuntut agar Presiden dan Wakil Presiden dikembalikan ke
            Yogyakarta dan agar Belanda mengakui RI. Perundingan berjalan sangat lamban,

            sehingga Drs. Hatta didatangkan dari Bangka untuk langsung berunding dengan
            Dr. Van Royen. Dengan demikian pada bulan  Mei 1949  dicapai  persetujuan
            Roem-Royen  dan  pemerintah  Indonesia  dikembalikan  ke  Yogyakarta,  setelah
            cara-cara pengosongan Yogyakarta oleh tentara Belanda disepakati. Salah satu

            point penting dari perundingan Roem-Royen ini adalah akan diselenggarakannya
            konferensi meja bundar.
                  Perundingan terakhir selama masa konfrontasi Indonesia-Belanda terjadi
            dipenghujung  tahun  1949  yaitu  konferensi  Meja  Bundar  (KMB)  di  Den  Hag

            Belanda. KMB menghasilkan beberapa keputusan penting, namun yang paling


                                                  Sejarah Nasional Indonesia VI            24
   23   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33