Page 52 - anzdoc.com_sejarah-nasional-indonesia-vi
P. 52

12 Dr. Abu Hanifah              Menteri PPK                  Masyumi
              13 K.H Wahid Hasjim             Menteri Agama                Masyumi

              14 Dr. J. Leimena               Menteri Kesehatan            Parkindo
              15 Sultan Hamid II*             Menteri-Menteri                  -
              16 Mr. Moh. Roem**              Negara                       Masyumi
              17 Dr. Soepomo                                                   -


            Catatan :
            *Sultan Hamid II dipecat 5 April 1950 karena terlibat dalam Gerakan Westerling. Sebagai Menteri
            Negara ia tidak diganti.
            **Mr.  Moh.  Roem  menjadi  Komisaris  Agung  RIS  di  Belanda  mulai  19  Januari  1950.  Sebagai
            Menteri Negara ia tidak diganti.
            (Sumber : Deliar Noer, 1990, Moh. Hatta : Biografi Politik, Jakarta: LP3ES)


                  Kabinet RIS disebut  juga dengan  zaken  kabinet yaitu kabinet yang
            mengutamakan keahlian anggotanya bukan kabinet koalisi yang bersandar pada

            kekuatan partai.  Dari di  tabel sebelumnya,  bisa  dilihat bahwa ada beberapa
            menteri yang tidak mempunyai partai tetapi dianggap punya kemampuan yang
            profesional.  Sedangkan  menteri-menteri  yang  berasal  dari  partai  politik  pun
            bukan orang sembarangan, mereka adalah orang-orang yang punya kemampuan

            hebat dalam bidangnya. Anggota-anggota Kabinet RIS sebagian besar adalah
            pendukung  unitarisme  (ajaran  (paham,  kecenderungan)  yang  menginginkan
            bentuk negara kesatuan), hanya Sultan Hamid II dan Anak Agung Gede yang
            mendukung sistem federal.
                                       9


















               Gambar 2.6 Presiden RIS Ir. Soekarno dan Perdana Menteri RIS Moh. Hatta beserta para
              anggota kabinet RIS. (Sumber: . Yusni Y. Bahar dkk, Merdeka atau Mati, CV PD dan Ikhwan,
                                                Jakarta)
            9   Ibid., h. 301-302.

                                                  Sejarah Nasional Indonesia VI            48
   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57