Page 47 - Cara Menjadi Pengusaha
P. 47

Memang,  entrepreneur  itu  harus  didampingi  profesional,  agar  bisnisnya  lebih
                   berkembang.  Sebab  cara  berpikirnya  seringkali  meloncat-loncat.  Sementara,  seorang

                   profesional pemikirannya cenderung yang lurus-lurus atau yang aman-aman. Maka cukup
                   riskan, bila dia lantas mencoba menjalankan bisnisnya seorang diri alias one man shoe.

                   Kualitas manajemennya akan kurang baik. Maka, seorang entrepreneur dan profesional
                   harus memiliki hubungan yang harmonis.
                          Apalagi  dalam  waktu  dekat  ini  kita  akan  memasuki  millenium  ketiga  yang

                   kemungkinan besar bisnis kita cenderung akan  penuh dengan hyper-competition, suatu
                   persaingan yang sangat ketat. Maka, tanpa ada hubungan seperti itu di lingkungan kerja
                   atau perusahaan kita, maka tentu saja target bisnis kita akan sulit tercapai.

                          Oleh karena itu, tak ada salahnya bila kita berani mencoba menerapkan hubungan
                   egaliter ketimbang hubungan yang terlalu mengedepankan jarak atau gap antara pimpinan
                   dan staf. Sebab, hubungan seperti ini akan membuat suasana kerja menjadi tidak kondusif

                   atau tidak enjoy. Kreativitas juga bisa mandeg dan prestasi kerja pun akan menurun. Itu
                   sebabnya, mengapa hubungan egaliter itu perlu.***


                   Jadi Pemimpin atau Bawahan
                          Hanya  dua  pilihan  bagi  kita:  menyerah  saja  jadi  bawahan,  atau  mau  terus

                   berusaha menjadi pemimpin.
                          Jika  setiap  saat  kita  selalu  menanyakan  “Apa  hak-hak  saya?”,  itu  artinya  kita

                   termasuk  golongan  bawahan.  sedangkan,  jika  kita  lebih  suka  bertanya  “Apa  tanggung
                   jawab  saya?”,  itu  berarti  termasuk  golongan  pemimpin.  Wajar  saja,  mestinya  memang
                   demikian. Selain itu, seorang bawahan biasanya orang yang bekerja lebih terdorong oleh

                   emosinya. Sementara, seorang pemimpin, bekerja atau berbisnis lebih karena terdorong
                   oleh karakternya.
                          Saya  juga  melihat,  bahwa  seorang  bawahan  itu  akan  merasakan  senang,  baru

                   kemudian  dia  melakukan  pekerjaan  atau  tugasnya  dengan  benar.  Itu  lain  dengan
                   pemimpin.  Dia  akan  selalu  berusaha  melakukan  segala  pekerjaannya  dengan  benar,
                   kemudian dia kan merasa senang dengan prestasi kerjanya itu. Pendeknya, bawahan itu

                   bekerja atau melaksanakan tugas karena terdorong oleh kesenangan, dan bukan terdorong
                   oleh komitmen seperti biasa dilakukan oleh seorang pemimpin.

                          Perbedaan lain yang cukup menonjol antar keduanya, menurut pakar leadership,
                   Jhon  C.  Maxwell,  yaitu  seorang  bawahan  itu  sukanya  selalu  menunggu  momentum,
                   barulah dia mau bergerak. Sikapnya lebih mengendalikan tindakan, dan berhenti ketika
   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52