Page 53 - New Final HS Mutahar
P. 53

40 | Husein Mutahar dalam Lintasan Sejarah: Riwayat Sang Pandu Sejati


                 G. Akhir Hayat Sang Maestro

                 Terlalu banyak kenangan manis yang ditinggalkan Kak Mut, sebutan
                 yang lazim digunakan dalam tradisi kepanduan dan pramuka. Rasanya
                 tidak cukup dirangkai dalam tulisan sepanjang apapun. Berusaha untuk
                 selalu jujur, sabar, bijaksana, ikhlas dan bertanggungjawab adalah nilai-
                 nilai yang patut diteladani dari seorang Husein Mutahar. Penyandang
                 Bintang Jasa Mahaputra dan Bintang Gerilya ini akhirnya harus pulang
                 Ke Timur Abadi, satu kata sandi yang seringkali dikatakan oleh Mutahar
                 untuk menyebut Hadirat Allah, pada 9 Juni 2004.
                     Penyelamat Bendera Pusaka, tokoh kepanduan, dan pendiri Gerakan
                 Pramuka ini di akhir masa hidupnya menghuni sebuah rumah di jalan
                 Damai Raya Nomor 20 di sebelah Pasar Cipete bersama Sanyoto, anak
                 angkatnya. Ia memang tak membutuhkan penghargaan berlebihan, bila
                 perlu merelakan diri agar orang lain selamat. Begitulah watak mulia
                 Pramuka yang dibawanya hingga wafat, dua bulan menjelang ulang
                 tahunnya yang ke-88. Ada sebuah foto berwarna berukuran besar di dekat
                 jenazahnya, dalam balutan seragam Pramuka, lengkap dengan tanda jasa
                 Bintang Gerilya dan Bintang Mahaputra, serta tanda kemahiran Pramuka
                 sebagai pembina bertaraf internasional. Menurut penuturan Bondan
                 Winarno, foto itu baru diambil dua minggu sebelumnya oleh cucunya,
                 dengan kamera digital pinjaman.
                     Sebagai penyandang bintang Gerilya, dan Bintang Mahaputra,
                 Mutahar sebenarnya berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan,
                 namun ia tidak menghendakinya bahkan ia telah menuliskan wasiat di
                 hadapan notaris, yang isinya ingin dimakamkan sebagai rakyat biasa
                 dengan tata cara Islam. Berdasar surat wasiat itu, Indradjit Soebardjo
                 dan Sangkot Marzuki, dua anak didik Mutahar di kepanduan, langsung
                 datang ke  rumah duka, dan  segera memutuskan  untuk memakamkan
                 jenazah mendiang Husein Mutahar di Taman Pemakaman Umum (TPU)
                 Jeruk Purut tanpa upacara kenegaraan, tradisi kepanduan, ataupun ritus
                 lainnya.
                     Tak banyak pula tulisan yang pernah kita baca tentang dirinya, karena
                 ia memang tidak suka publikasi. Tak banyak gambar atau fotonya yang
                 dapat kita lihat karena ia tak suka dipotret dan selalu memalingkan muka
   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57   58