Page 96 - Menabung_Ebook
P. 96
Perkumpulan dagang VOC ternyata memiliki hak berdagang yang amat
luas, tidak hanya wilayah Nusantara tetapi mulai Tanjung Harapan sampai
selat Magellan, termasuk pulau-pulau Selatan Pasifik, Kepulauan Jepang, Sri
Langka dan Cina Selatan. Untuk menguasai perdagangan di Nusantara, VOC
diberi hak-hak istimewa (hak octroi), seperti hak monopoli perdagangan,
mencetak dan mengedarkan uang, mengangkat dan memperhentikan
pegawai, mengadakan perjanjian dengan raja-raja, memiliki tentara sendiri,
mendirikan benteng, hingga hak-hak untuk menyatakan perang dan damai,
mengangkat dan memperhentikan penguasa-penguasa setempat, dan
menjalankan kekuasaan kehakiman. Selain itu, VOC juga diberi kewenangan
untuk membuat undang-undang, peraturan, serta membentuk pengadilan
dan mahkamah agung.
Karena besarnya hak yang dimiliki VOC mempunyai kekuasaan sebagai
sebuah negara sehingga dapat memaksa para raja tunduk kepada VOC.
Menurut Southworth (2015), penggunaan cara berdagang dengan kekerasan
dan perang memang telah dijadikan semboyan oleh Jan Pieterszoon Coen.
Dikatakan oleh Coen bahwa “Perdagangan tanpa perang dan perang tanpa
perdagangan tidak dapat dipertahankan” (Trade without war, and war
without trade cannot be maintained).
Menabung Masa Prakemerdekaan dalam bentuk tekanan dalam artian perang, dapat dilihat pada isi Surat
Salah satu contoh penerapan politik dagang Belanda yang berlangsung
Perjanjian Gianti tanggal 13 Februari 1755 yang mengatur wilayah kekuasaan
antara pihak Belanda dan raja Pakoe Boewono VII dari Surakarta. Perjanjian
itu membawa pengaruh besar terhadap tata pemerintahan di Jawa dan
selanjutnya berdampak terhadap tata budaya Jawa. Penandatanganan
perjanjian itu, disimpulkan oleh sejarawan Soeratman, “telah menyebabkan
terjadinya kemerosotan kekuasaan dan pemerintahan keraton Surakarta
selama satu abad”. Penandatanganan perjanjian itu membuktikan bahwa
posisi raja sebagai pemegang kekuasaan menjadi lemah.
Sebaliknya, posisi Pemerintah Hindia Belanda sangat menentukan dalam
kehidupan pemerintahan kerajaan. Merosotnya kekuasaan di bidang politik
itu membawa pengaruh terhadap kedudukan sosial raja. Intervensi terhadap
86
bidang itu semakin mendalam dan terus berjalan selama pemerintahan
pengganti-penggantinya, dan akhirnya pada pemerintahan PB X kekuasaan
dalam bidang pengadilan sepenuhnya jatuh ke tangan Pemerintah Hindia
Belanda (1903). Akibat dari kebijakan Belanda itu, menurut Soeratman
(2000), Sunan lebih banyak mencurahkan perhatiannya pada kemegahan
dengan menyelenggarakan upacara dan pesta di keraton secara besar-
besaran yang cenderung meniru budaya Belanda. Di samping itu, tindakan
PB X dengan sangat sering bepergian ke luar daerah, menampakkan diri di
muka umum, mendatangi tokoh-tokoh daerah, hanyalah merupakan suatu
usaha untuk menunjukkan wibawa dan kebesarannya.