Page 26 - Final Sejarah Wilayah Perbatasan
P. 26

Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, salah satu titik
                 krusialnya adalah pembentukan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) dan
                 Badan Pengelola Perbatasan (BPP) di daerah berdasarkan amanat Undang-Undang
                 No.43  tahun  2008  tentang  Wilayah  Negara,  yang  kemudian  dikuatkan  dengan
                 Peraturan Presiden No.12 tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan.
                 Badan ini bertugas menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan,
                 menetapkan rencana kebutuhan anggaran, mengoordinasikan  pelaksanaan, dan
                 melakukan evaluasi dan pengawasan. BNPP bertanggung jawab langsung kepada
                 presiden. Sementara itu, BPP di daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah.
                 BNPP kemudian memformulasikan Desain Besar Pengelolaan batas Wilayah
                 Negara dan Kawasan Perbatasan (2011—2025 ), yang didetailkan melalui rencana
                 Induk lima tahunan. Pada rencana induk I (2011—2014 ), BNPP menetapkan 111
                 kecamatan lokasi prioritas untuk dibangun, 6  di antaranya terletak di Kabupaten
                 Natuna, yaitu Bunguran Timur, Serasan, Bunguran Barat, Midai, Pulau Laut, dan
                 Subi (BNPP, 2011).

                 Selain itu, ibukota Kabupaten Natuna, Ranai, juga ditetapkan sebagai salah satu Pusat
                 Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) melalui PP. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN.
                 Dalam Lampiran II PP tersebut, Ranai ditetapkan sebagai PKSN dengan kode I/A/2,
                 yang diwujudkan dengan pengembangan baru Ranai sebagai kota utama kawasan
                 perbatasan.    Jika  mengingat  lokasi  Ranai  yang  berhadapan  dengan  Laut  China
                 Selatan yang vital bagi keamanan pelayaran dan rawan konflik, Ranai ditetapkan
                 sebagai  PKSN  Pertahanan-Keamanan  (Mulyana,  2012).  Penetapan  ini  kemudian
                 ditindaklanjuti  dengan  pengukuhan  Bunguran  Timur  (nama  kecamatan  dengan
                 Ranai sebagai ibu kotanya dan terdapat Pulau Senoa sebagai pulau perbatasan)
                 sebagai lokpri I dengan potensi pertahanan-keamanan. Adapun kementerian/
                 lembaga yang akan  turut  berperan dalam lokpri Bunguran Timur adalah BNPP,
                 Kemenkopolhukam, Kemhan, Mabes TNI, dan Kemhub (Astuti dan  Raharjo, 2014:
                 78).

                 Untuk pemerintahan Presiden Joko Widodo, dalam rencana induk pengelolaan
                 perbatasan negara 2015—2019 , Ranai sebagai ibu kota Natuna ditetapkan sebagai
                 salah satu dari 10 PKSN yang menjadi prioritas penanganan. Ranai terpilih di antara
                 26 lokasi PKSN yang ditetapkan pada periode lima tahun sebelumnya. Pengelolaan
                 PKSN tersebut terdiri atas empat kriteria, yaitu (1) sebagai pos pemeriksaan lintas
                 batas, (2) sebagai pintu gerbang internasional, (3) sebagai simpul utama transportasi,
                 dan (4) sebagai pusat pertumbuhan ekonomi (BNPP, 2015: 303—305 ). Kemudian,
                 10 kecamatan di Kabupaten Natuna juga ditetapkan sebagai bagian dari 187 lokasi
                 prioritas (lokpri) untuk periode 2015—2019 . Kesepuluh kecamatan tersebut, yaitu
                 Serasan, Bunguran Barat, Midai, Pulau Laut, Subi, Serasan Timur, Bunguran Utara,
                 Pulau Tiga, Bunguran Timur Laut, dan Bunguran Selatan (BNPP, 2015: 315—316 .
                 Perhatian pemerintahan Presiden Joko Widodo terhadap Natuna juga terlihat dari
                 penggantian nama laut di bagian utara Natuna dalam peta resmi Indonesia 2017,
                 yaitu dari Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara (BIG, 2017).



                 Mutiara di Ujung Utara                                                            9
   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31