Page 13 - BKSN 2021 (1)
P. 13

keuntungan, justru serangkaian kerugianlah yang diperoleh. Akibatnya,
            banyak perusahaan gulung tikar. Sebagian karyawan terkena PHK atau
            dirumahkan. Di kalangan kelas menengah ke bawah, pandemi juga telah
            menutup lahan mereka untuk memperoleh penghasilan. Mereka meng-
            alami kesulitan dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sama halnya
            dengan itu, lembaga keagamaan pun, seperti Gereja, harus berpikir keras
            bagaimana mencari pendapatan dan pemasukan finansial supaya aktivi-
            tas pelayanan tidak terganggu karena krisis ini.
                    Di samping itu, pandemi juga membatasi aktivitas sosial kita.
            Kita didera rasa  bosan  karena antara  kehidupan di rumah dan di  luar
            rumah  tidak  seimbang.  Kita  takut  berkumpul  dengan  sahabat,  rekan,
            atau kenalan, bukan pertama-tama karena aturan dari pemerintah, tetapi
            karena ketakutan jangan-jangan nanti kita akan tertular atau menular-
            kan. Hakikat kita sebagai makhluk sosial tidak teraktualkan, sehingga
            kita menjadi bosan.
                    Bagi  umat  Katolik,  pandemi  telah  mengubah  semua  bentuk
            aktivitas liturgis maupun non-liturgis. Meskipun sebagian Gereja dapat
            melaksanakan  perayaan  Ekaristi  secara  offline,  tetapi  kehadiran  umat
            sangat dibatasi demi menghindari penyebaran virus. Mereka yang me-
            rindukan kehadiran Tuhan dalam Sakramen Mahakudus akhirnya hanya
            dapat menerima komuni batin. Tidak adanya kebersamaan dalam doa,
            nyanyian, dan puji-pujian menjadikan hidup rohani kering. Doa pribadi
            pun tidak dapat menggantikan sukacita dan kegembiraan yang ditemu-
            kan dalam perayaan Ekaristi atau doa bersama. Sama halnya dengan itu,
            pendalaman Kitab Suci atau doa rosario secara online maupun streaming
            juga tidak bisa menggantikan kekhusyukan doa jika dilakukan bersama-
            sama dalam kehadiran yang nyata, bukan virtual saja.
                    Parahnya lagi, dalam situasi tertekan, frustrasi, dan kebingung-
            an karena dampak buruk pandemi, masih ada sebagian orang yang me-
            manfaatkan  kondisi  ini  untuk  memecah  belah  persatuan  masyarakat
            Indonesia. Mereka memainkan isu-isu agama dan ras untuk mengacak-
            acak kerukunan antarumat beragama di negara kita. Masalahnya bukan
            terletak pada agama, ras, ataupun suku, tetapi pada kepentingan politis
            sekelompok individu untuk menguasai negara ini. Jika diibaratkan seper-
            ti medan pertempuran, Gereja Katolik di Indonesia sedang menghadapi
            dua front: Serangan pandemi Covid-19 dan ancaman diperlakukan tidak
            adil karena sentimen agama yang digaungkan oleh kelompok pengacau
            negara. Meskipun sering ditekankan prinsip “seratus persen Katolik, se-

                                                           Pendahuluan   11
   8   9   10   11   12   13   14   15   16   17   18