Page 480 - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Compile 18 Januari 2019
P. 480
Muhammad Nuh
Prof. Dr. Ir. K.H. Muhammad Nuh adalah Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) yang menjabat pada
periode kedua pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (2009-2014) dalam Kabinet Indonesia
Bersatu Jilid II. Nuh menjabat Mendiknas sejak 22 Oktober 2009 sampai dengan 20 Oktober 2014.
Ia lahir di Surabaya, Jawa Timur, pada tanggal 17 Juni 1959, anak ketiga dari 10 bersaudara. Ayahnya,
H. Muchammad Nabhani, adalah pendiri Pondok Pesantren Gununganyar Surabaya. Nuh menikah
dengan drg. Layly Rahmawati dan dikaruniai seorang putri, Rachma Rizqina Mardhotillah.
Nuh aktif di berbagai organisasi, seperti Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan Nahdlatul
Ulama (NU). Ia pernah menjabat sebagai Ketua ICMI Jawa Timur, Pengurus PCNU Surabaya, Sekretaris
Yayasan Dana Sosial Al Falah Surabaya, Anggota Pengurus Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya, serta
Ketua Yayasan Pendidikan Al Islah Surabaya. Berkat kesungguhannya menangani bantuan berbagai
proyek Japan International Cooperation Agency (JICA) pada tahun 2003 ia memperoleh penghargaan JICA
Special Award di ITS; suatu penghargaan yang baru pertama diberikan JICA kepada orang Indonesia.
Sebelum menjadi menteri, Nuh bekerja sebagai dosen Jurusan Teknik Elektro dan Teknik Biomedik
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya sejak tahun 1984. Nuh memperoleh gelar magister
dan doktor di Universite et Technique du Languedoc (USTL) Montpellier, Prancis, dan pada tanggal
14 Agustus 2004 ia dikukuhkan sebagai guru besar (profesor) bidang ilmu Digital Control System dengan
Masa Jabatan spesialisasi Sistem Rekayasa Biomedika. Pada tahun 2003–2006 ia menjadi Rektor ITS dan pada tahun
2007–2009 diangkat menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika menggantikan Dr Sofyan A Djalil,
22 Oktober 2009 - 20 Oktober 2014 S.H., M,A. Presiden SBY meminta Nuh mengembangkan teknologi informasi (IT) di bidang pendidikan,
pemerintah (layanan publik), dan bisnis.
PEMIKIRAN TENTANG PENDIDIKAN
Muhammad Nuh memiliki banyak gagasan dan pemikiran tentang pendidikan. Dalam hal hubungan
agama dengan sains ia berpendapat bahwa ia mampu hidup di “dua alam”, yang dianggap banyak orang
tidak bisa disatukan, yaitu sains dan agama. Sayangnya, banyak guru yang belum mampu mengaitkan
fenomena kealaman dengan agama atau guru agama yang tidak mau membuka wawasan tentang
pentingnya ilmu kealaman. Nuh beranggapan jika kita dapat menguasai ilmu-ilmu kealaman kemudian
dikaitkan dengan fenomena ke-esa-an Tuhan akan semakin menambah keimanan.
Mengenai abad ke-21 Nuh berpendapat bahwa anak-anak kita yang sekarang ini sedang bersekolah atau
kuliah akan menghadapi persoalan yang semakin kompleks dan harus menyelesaikannya dalam waktu
lebih singkat daripada kita. Masalah ini yang menjadi salah satu masalah objektif dunia pendidikan
pada abad ke-21. Kalau bekal yang kita berikan tidak mencerminkan kemampuan (kompetensi) untuk
menyelesaikan kompleksitas persoalan, sangat mungkin dunia pendidikan kita akan terjebak sebagai
mesin pencipta generasi kadaluwarsa (expired generation), karena kompetensi yang dimiliki anak-anak
kita tidak sesuai (disconnected) dengan persoalan yang dihadapi. Tidak ada cara lain yang lebih ampuh
kecuali menyiapkan generasi yang memiliki keutuhan kompetensi sikap (attitude), keterampilan (skills),
dan pengetahuan (knowledge). Oleh karena itu, sekali lagi, keutuhan kompetensi menjadi konsep dasar
Kurikulum 2013 yang dibidaninya.
Abad ke-21 ini melahirkan suatu generasi yang disebut dengan generasi milineal. Dalam kaitan tersebut
Nuh menyatakan bahwa di antara karakteristik yang menonjol dari generasi millennial dan digital native
adalah melekatnya gaya hidup mereka dengan teknologi, khususnya technology savvy ‘teknologi digital’,
virtual collaborative ‘kolaborasi virtual’, nomadic ‘tidak terlalu terikat dengan lokasi dan kemauan yang
468 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA 1945-2018 469