Page 236 - Komunikasi Pendidikan
P. 236

Ketika  tahun  1992  seorang  dosen  seinor  UI  gagal


                        menjadi  guru  besar  karena  menjiplak  karya  mahasiswanya,


                        perhatian  segera  tertuju  ke  kasus  tersebut.  Berhari-hari

                        media menyorotinya. Akan tetapi seiring waktu, orang begitu


                        saja melupakannya. Kemudian muncul lagi berita baru tentang

                        seorang  komunis  produktif  diketahui  memplagiat  sebuah


                        skripsi untuk keperluan disertasinya. Akhirnya, sorotan media


                        pun  selama  berhari-hari  mengarah  kepada  kasus  tersebut.


                        Sang plagiator pada akhirnya memang harus menerima nasib

                        pahit:  gelar  doktornya  dicabut.  Namun,  sesungguhnya  yang


                        lebih menyakitkan adalah habisnya reputasi dan nama baiknya

                        dalam kencah kehidupan sosial masyarakatan. Sejak saat itu,


                        namanya  tenggelam  dan  tidak  terdengar  lagi  dalam  kencah


                        dunia intelektual.

                               Begitulah gambaran masyarakat Indonesia. Perhatiannya


                        segera  tertuju  pada  sebuah  kasus  yang  sedang  mejadi


                        sorotan,  lalu  melupakan  begitu  saja  seiring  hadirnya  kasus

                        baru. hal semacam ini terus berlangsung, terulang, dan baru


                        terkejut kembali saat kasus sama terulang.


                               Memberantas plagiarisme tampaknya memang mustahil.

                        Tindakan  yang  paling  logis  adalah  meminimalisasi  dan


                        membatasi  ruang  geraknya  sehingga  kesempatan  untuk
   231   232   233   234   235   236   237   238   239   240   241