Page 97 - UKBM-B. Indonesia-smt 3-dikonversi_Neat
P. 97
BIN – 3.8/ 4.8/ 3 / 1.1
manusia. Beroda dua, tiga, empat, atau bahkan dengan kakinya sendiri. Kesibukan
menggerayapi.
Begitu pula lelaki itu. Di kursi putar kebanggaannya yang berada di lantai 24
gedung kantornya. Gedung pencakar langit, bukan gedung biasa. Dengan ragam bilik
di sana, anggap saja seperti Grand Mall.Tak dimungkiri sepasang sandal bisa seharga
seekor kambing kurban. Macam fasilitas, fashion, official & marketting, cosmetics,
hitech. Terbilang, kantor ini pusat dari segalanya. Meski harga setinggi langit
ketujuh, tak sedikit yang mengadu hidup atau sekadar mengunjungi. Mencuci mata.
Lelaki muda itu terduduk di atas kursi putar kebanggaannya. Dengan jas
parlente, dasi berkelas melingkar di leher menunjukkan kualitas materi. Intan dan
berlian melingkar, menunjukkkan elitenya jenis manusia satu ini. Tak hanya fisik,
membuat kaum hawa melirik bahkan tertarik.Ragam prestasi tampak di mata orang.
Sikap tegas, luas pergaulan, senyum menawan. Siapa tak tertarik dengan spesies
sepertinya? Belum lagi nilai plus darinya, wajah tampan nan menarik, guratan
kedewasaan terlukis di sana. Tak terhitung, banyak mitra kerja ingin menjadikannya
calon kepala keluarga atau bahkan menantu idaman.
Dia terduduk sembari menikmati hangatnya kopi susu. Diisapnya pelan,
hendak hati menikmati selagi menyaksikan informasi terkini. Sesaat mata bergerak,
bertemu kabar negara. Kedua alisnya menyatu, di baliknya tanpa pikir
panjang.Seketika sudut bibirnya membentuk lengkungan senyum. Disebut surat
kabar prestasi yang diraih olehnya. Terbilang satu-dua kata saja. Namun, senyum
lebar tak terelakkan. Begitulah manusia, seketika diri di atas udara, melambung
tinggi sejauh angkasa.Perlahan. Kata demi kata ia lahap. Kalimat per kalimat.
Tanggal dan waktu. Sementara itu, ketukan pintu bergema. Naomi, sekretaris
pribadi cantik nan seksi dengan pakaian super mininya. Menyihir kaum adam
hingga tak kedip sekalipun. Cukup mengelus dada bagi mereka yang mengerti adat
asusila. Namun, apalah kata asusila jika sang ‘Bos’ pribadi meminta. Lagipula, sang
sekretaris tak berkeberatan berbusana apa pun, asalkan…fee. Bukan masalah besar
untuk lelaki borjuis yang tengah tersenyum berbangga diri dengan surat kabar
internasional itu.
“Pak, untuk proposal di ibu kota provinsi C sudah diterima, sudah saatnya kita
mengirim orang untuk proyek besar kita di sana,” ujarnya dengan suara genitnya.
“Oke,” jawab lelaki itu singkat, tak berkilah sedikit pun dari lembar abu itu.
“Dan, untuk penambahan infrastruktur di kota B, sudah ditangani Davin. Surat-
menyurat. Data lengkap. Pengabsahan lunas. Lancar tanpa beban. Sedikit kontra.
Namun, bukan masalah. Seperti biasa,” ujarnya lagi. Sesekali melirik lelaki muda itu.
Berharap sedikit respons darinya.
Namun, harapan bersisa harapan. Ia tak disibukkan lagi dengan surat kabar.
Ia berbalik ke smartphone. Diperhatikannya lamat-lamat, mematut dagu, lantas
lelaki itu membuka mulut. Kalimat yang tak diharapkan wanita muda itu.
97