Page 41 - E-Modul Pembelajaran Biologi Sistem Reproduksi Manusia untuk Kelas XI SMA/MA
P. 41
antara hipotalamus dengan ovarium. Hasil kerjasama tersebut akan menstimulus
pengeluaran hormon-hormon yang mempengaruhi siklus menstruasi.
Kemudian untuk mempermudah pemahaman mengenai siklus menstruasi,
patokannya adalah adanya peristiwa ovulasi. Ovulasi terjadi pada pertengahan siklus
(1/2 n) menstruasi. Periode atau siklus menstruasi (n) = 28 hari, maka ovulasi terjadi
di hari ke-14 terhitung sejak hari pertama menstruasi. Siklus menstruasi dikategorikan
menjadi empat fase utama, yaitu fase menstruasi, fase pra-ovulasi, fase ovulasi, dan
fase pasca-ovulasi (Irianto, 2014: 685).
a. Fase Menstruasi
Fase menstruasi terjadi apabila sel telur tidak mengalami fertilisasi oleh sel
spermatozoon, sehingga menyebabkan korpus luteum akan menghentikan
produksi hormon estrogen dan progesteron. Akibat turunnya kadar hormon
estrogen dan progesteron, sel telur akan terlepas dari dinding uterus yang
menebal (endometrium). Lepasnya sel telur tersebut menyebabkan endometrium
mengalami peluruhan yang menyebabkan dindingnya menjadi tipis. Dikarenakan
banyaknya pembuluh darah yang ada pada endometrium menyebabkan
terjadinya pendarahan pada fase menstruasi. Pendarahan ini dapat berlangsung
selama 5 hari dengan volume darah yang dikeluarkan sekitar 50 ml (Judha, 2016:
156).
b. Fase Pra-ovulasi
Fase pra-ovulasi atau akhir dari siklus menstruasi, hipotalamus mengeluarkan
hormon gonadotropin. Gonadotropin merangsang hipofisis untuk mengeluarkan
hormon FSH yang dapat merangsang pembentukan folikel primer di dalam
ovarium untuk mengelilingi satu oosit primer. Folikel primer dan oosit primer akan
tumbuh hingga hari ke-14 sampai folikel menjadi matang atau disebut folikel de
Graaf dengan sel telur di dalamnya.
Folikel juga mengeluarkan hormon estrogen selama pertumbuhannya. Adanya
estrogen menyebabkan pembentukan kembali (proliferasi) sel-sel penyusun
dinding uterus (endometrium). Peningkatan kada hormon estrogen selama
pertumbuhan folikel juga mempengaruhi serviks untuk mengeluarkan lendir
bersifat basa. Lendir tersebut berfungsi untuk menetralkan sifat asam pada serviks
agar lebih mendukung kelangsungan hidup spermatozoa (Judha, 2016: 156).
33