Page 7 - ISYARAT DAN PERHATIAN_FISIKA (IBN SINA)_CETAK
P. 7

nalaran logis. Artinya kebijaksanaan menggunakan logika—dan
               penalaran—sebagai gerbang untuk mencapai kebenaran (kebe-
               naran sapiensial). Kebenaraan dengan seluruh variasi dan level-
               nya dalam realitas.
                       Seluruh sikap culas dan picik sarjanawan sangat men-
               jijikkan sebab bertentangan dengan gagasan universal tentang
               kebaikan—dan kebenaran. Dengan logika orang bisa menipu,
               mencuri, mengkorupsi, mengganjal, mendongkel, menggedor,
               bahkan—dalam kasus Ibn Sina—mengancam nyawa. Syukurlah
               Al-Ghazali segera ke luar dari orbit kekuasaan dan sebagaimana
               yang kita lihat dalam Al-Munqidz Min Al-Dhalal, ia menginsyafi
               kecenderungannya pada kekuasaan dan kemasyhuran yang di-
               dakinya dengan menyerang dan merespons secara berlebihan
               isu-isu yang tak sepenuhnya penting demi dianggap sebagai
               cendikiawan prolifik dan dengan cara itu ia dekat dan semakin
               kuatlah kedudukan akademiknya di Universitas An-Nidzam
               (Nizamiyyah). Sekalipun demikian, kita juga mafhum bahwa
               implikasi yang ditinggalkan melalui Maqashid al-Falasifah dan
               Tahafut Al-Falasifah, membekas di Timur dan Barat, dan ter-
               lebih di kalangan cendikiawan muslim yang sekadar taken for
               granted bahwa filsafat telah padam di dunia Islam, bahkan sam-
               pai ke abu-abunya pun sudah tak ada. Sebuah anggapan sem-
               brono.
                       Nabi Muhammad  (saw) pernah menghimbau bahwa
               ada segumpal entitas di dalam diri manusia yang, jika buruk
               entitas ini maka akan buruklah manusia itu, sebaliknya jika
               baik entitas ini maka akan baiklah diri manusia. Dalam hal
               inilah kiranya Ibn Sina, melalui Isyarat dan Perhatian: Fisika,
               memberikan kita penekanan  ulang—dalam  gaya peripatetis-
               menya—atas kenyataan bahwa setiap manusia memiliki kecend-
               erungan instingtingtif sekaligus kecenderungan pada kebijak-
               sanaan tinggi. Jiwa manusia memiliki level-level realitas yang
               memungkinkan ini, termasuk dengan daya-daya intelek yang
               dimilikinya.



                                         ISYARAT DAN PERHATIAN: FISIKA | 7
   2   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12