Page 96 - [210126] Laporan Akhir Riset Active Defense (Book View)
P. 96

Temuan dan Analisis                                                                                                                                                                                    Temuan dan Analisis





          (masa sukar/terpaksa). Tapi permasalahannya kemudian, belum ada kajian yang membuktikan                                  signifikan (yang pertama nilai p=0,69, sementara kedua p=0,48). Menariknya, saat angka prevalensi
          secara empirik di negeri ini bahwa kemiskinan mendeterminasi keputusan untuk mengedar,                                   ‘pernah  pakai’  di  korelasikan  dengan  angka  IPM  di  perbatasan,  didapati  bahwa  ternyata—
          atau bagaimana “faktor berisiko” lain membuat kemiskinan menjadi determinan. Kemiskinan                                  kontra dengan anggapan umum di atas—terdapat korelasi “sedang” (tidak tinggi, tidak rendah)

          bisa jadi satu katalis, namun banyak variabel lain yang juga harus dijelaskan secara hati-hati.                          dan signifikan antara pernah pakai dengan peningkatan indeks IPM (lihat gambar). Artinya,
                                                                                                                                   ketimbang memprediksi, tingkat kemiskinan justru malah berkorelasi secara terbalik dengan
                Sebaliknya, kajian yang menunjukkan betapa bias dan sitigmatisasi orang miskin dan
          pengambinghitaman kemiskinan ini justru malah berbalik menyerang orang-orang miskin ini                                  angka prevalensi: semakin makmur suatu wilayah, semakin tinggi penggunanya. Perhitungan
          sudah teramat banyak.  Dalam sebuah konferensi akademik khusus soal penyelundup (drug                                    ini cukup bisa membantah narasi dominan bahwa kemiskinan di perbatasan meningkatkan
                                   101
          mules) yang kemudian diterbitkan dalam satu edisi khusus The Howard Journal of Crime and Justice,                        keterpaparan mereka pada penyalahgunaan narkotika, yang kemudian mendorong mereka
          banyak fakta penting disampaikan soal bagaimana kerentanan (precarity) kondisi kehidupan                                 untuk menjadi pengedar demi memenuhi kebutuhan adiktif mereka akan narkotika.
          calon penyelundup dimanfaatkan.  Karakter penyelundup sebagai yang dapat dikorbankan
                                               102
          (expendable) adalah  menunjukkan relasi kuasa yang timpang di antara sang penyelundup
          dengan majikannya.  Ada faktor koersi yang mengeksploitasi kemiskinan calon penyelundup
          ini, yang tanpanya si orang miskin tidak akan mencari kesempatan untuk menyelundupkan.

          Ada juga analisis yang menunjukkan bagaimana kartel memanfaatkan ketidaktahuan warga
          desa dengan memberinya obat sampai ketergantungan, lalu memaksa mereka untuk menjadi

          penyelundup  dengan  imbalan  suplai  gratis.  Ketimbang  perhatian  difokuskan  pada  proses
          peralat-memperalat ini, para peneliti mengarahkan pada persoalan yang lebih struktural: yaitu
          ada sebuah relasi sosioekonomi yang timpang yang sudah ada sebelumnya (karena warisan

          penjajahan, kegagalan negara, dst.), yang kemudian direkayasa dan dimanfaatkan paradigma
          profit yang predatoris dari bisnis narkotika ilegal.  Poin penting di sini adalah bahwa kemiskinan
                                                            103
          tidaklah pernah berdiri sendiri sebagai determinan keputusan kurir/penyelundup untuk

          mengedar. Bahkan, dalam beberapa kesempatan, tidak sama sekali.          104
                Di dalam negeri, sebagaimana disampaikan sebelumnya, belum ada kajian yang secara

          khusus menyoal hubungan kemiskinan dan peredaran di perbatasan. Namun demikian,
                                                                                                                                                 Grafik 6. Korelasi antara prevalensi pernah pakai dengan Indeks Pembangunan Manusia.
          kami mencoba melakukan perhitungan statistikal dengan mengkorelasikan angka prevalensi

          keterpaparan narkotika pada tahun 2019 dengan berbagai indikator kesejahteraan ekonomi
          (Indeks  Pembangunan  Manusia,  IPM  BPS).  Dari  perhitungan  tersebut,  memang  ditemukan                                    Motivasi  untuk  mendulang  profit  dengan  memanfaatkan  segala  cara  bukan  hanya
          hubungan antara variabel ekonomi dengan indikator prevalensi ‘pernah pakai’ dan ‘setahun                                 monopoli orang miskin. Maraknya kasus korupsi pejabat, tokoh agama, dan bahkan mantan

          pakai’, walau kecil. Walau begitu, dalam kedua pengukuran ini, kedua-duanya sama sekali tidak                            aktivis anti-korupsi pun juga gemar akan ide ini, apalagi sindikat/bandar narkotika. Dengan
                                                                                                                                   kata lain, saat kita menisbatkan “motivasi ekonomi” dalam upaya menjelaskan peredaran di
             101   Kíssila Teixeira Mendes, Telmo Mota Ronzani, dan Fernando Santana de Paiva, “Poverty, Stigma, and Drug Use: Reflections About   perbatasan, kehati-hatian ekstra penting di sini agar tidak ikut terjebak bias dan stigmatisasi
          a Perverse Relation,” in Psychosocial Implications of Poverty (Cham: Springer International Publishing, 2019), 77–89; Julia Buxton, Mary Chin-
                                                                                                                                                        105
          ery, dan Hesse Khalid Tinasti, ed., Drug Policies and Development Conflict and Coexistence (Leiden, Boston: Brill | Nijhoff, 2020).  akan  orang  miskin.   Alih-alih  menstereotipisasi  kemiskinan  sebagai  katalis,  penelitian  ini
             102   Jennifer Fleetwood, “Introduction drug mules: International advances in research and policy,” Howard Journal of Crime and Justice 56,
          no. 3 (2017): 279–87.
             103   Philippe Bourgois, “Crack and the political economy of social suffering,” Addiction Research and Theory 11, no. 1 (2003): 31–37;
          Philippe Bourgois, “Decolonising drug studies in an era of predatory accumulation,” Third World Quarterly 39, no. 2 (2018): 385–98.  105   Contoh bias dan asumsi tanpa pembuktian yang menisbatkan faktor kemiskinan sebagai faktor utama motivasi untuk melintas
             104   Riset van San dan Sikkens ini menunjukkan bahwa alih-alih kemiskinan, motivasi utama menyelundupkan di kalangan perempuan   sebagai kurir, lihat Ayu Widowati Johannes, “Penanganan Masalah-Masalah Sosial Di Kecamatan Kawasan Perbatasan Kabupaten Sang-
          di Curaçao dan Peru justru lebih karena alasan ikatan keluarga, romansa, dan persahabatan. Lihat Marion van San dan Elga Sikkens, “Fam-  gau,” Jurnal Ilmu Pemerintahan Suara Khatulistiwa 4, no. 2 (2019): 50–61; Rendi Prayuda, “Kejahatan Transnasional Terorganisir di Wilayah
          ilies, lovers, and friends: Women, social networks, and transnational cocaine smuggling from Curaçao and Peru,” Howard Journal of Crime and   Perbatasan: Studi Modus Operandi Penyelundupan Narkotika Riau dan Malaysia,” Andalas Journal of International Studies (AJIS) 9, no. 1 (30
          Justice 56, no. 3 (2017): 343–57.                                                                                        Mei 2020): 34; Novana Veronica, Julenta Kareth, dan Reni Shintasari, “Kebijakan Badan Narkotika Nasional Dalam Penanggulangan Narkoba


            82      Laporan Akhir Desain Strategi Pertahanan Aktif (Active Defense)                                                                               Laporan Akhir Desain Strategi Pertahanan Aktif (Active Defense)   83
                                                                                                                                                                                  Dalam Pencegahan Peredaran Gelap Narkotika
                    Dalam Pencegahan Peredaran Gelap Narkotika
   91   92   93   94   95   96   97   98   99   100   101