Page 407 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 407
mengambang bebas. Kebijakan ini pada awalnya mampu meredam
gejolak rupiah hingga September 1997. Namun setelah itu nilai tukar
rupiah terus merosot dan terjun bebas, dan pada awal 1998 nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS berada pada Rp16.000,00 per US$1. Kondisi
tersebut membawa dampak merosotnya GNP Indonesia dari
US$1300 menjadi US$400. Kondisi ini berdampak besar pada
perekonomian Indonesia, diantaranya merosotnya secara drastis
cadangan devisa Indonesia menjadi sekitar 14 miliar dolar Amerika,
jatuhnya bursa saham di Jakarta, dan bangkrutnya perusahaan-
perusahaan besar di Indonesia yang berdampak pada pemutusan
3
hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran.
Krisis ekonomi yang menjerat Indonesia sejak 1997 mendorong
Presiden Soeharto meminta bantuan International Monetary Fund (IMF).
Kondisi ini memaksa Presiden Soeharto mengikuti resep yang diberikan
IMF. Persetujuan bantuan IMF dilakukan pada Oktober 1997 dengan
syarat pemerintah Indonesia harus melakukan pembaruan kebijakan-
kebijakan, terutama kebijakan ekonomi. Diantara syarat-syarat tersebut
adalah penghentian subsidi dan penutupan 16 bank swasta. Pada 15
Januari 1998, Presiden Soeharto dan Direktur Pelaksana IMF, Michele
Camdesius menandatangani Letter of Intent (LOI/ Nota Kesepakatan).
Kemudian hasil kesepakatan tersebut disampaikan Presiden Soeharto
dalam pidatonya di Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat, 1
Maret 1998. Presiden Soeharto menyatakan menerapkan konsep IMF
4
Plus untuk mengatasi krisis yang terjadi.
Hasil penandatangan LOI dengan IMF ternyata tidak mampu
memperbaiki perekonomian Indonesia, namun yang terjadi sebaliknya,
kondisi perekonomian Indonesia semakin terpuruk. Blunder terbesar
kebijakan IMF adalah mengharuskan Indonesia menutup (melikuidasi)
16 bank umum yang menyebabkan perbankan Indonesia semakin
5 6
berantakan yang membawa dampak pada nilai rupiah. Terjadi Rush
yang membawa dampak pada banyaknya uang yang beredar di
masyarakat semakin meningkat.
Pada awalnya kegagalan ini tidak membuat pemerintah
Indonesia menghentikan kerja samanya, pada 15 Januari 1998, Presiden
Suharto menandatangani nota kesepahaman kedua dengan IMF yang
berisi 50 butir kesepakatan. Sepekan kemudian Presiden Soeharto
membuat pernyataan mengagetkan dunia internasional, bahwa
395