Page 457 - PENGAYAAN MATERI SEJARAH
P. 457
Bab. 7
Membalikan Stigma Kolonial Seperempat Manusia:
Indonesia di Tengah Arus Globalisasi dan Revolusi
Teknologi
Dengan masygul, Mas Marco Kartidokromo menyaksikan praktik
kolonial yang bekerja dalam sistem perkeretaapian pulau Jawa yang
telah mapan pada dekade pertama abad 20. Ke-masygulan-nya itu ia
tulis dalam selebaran yang pimpin sendiri dan diberi nama Doenia Bergerak
di tahun 1915. Diskriminasi khas kolonial. ―Seorang ... Jawa sama
sekali tidak bisa masuk ke peron stasiun‖, tulisnya. Namun, ―kalau
kebetulan... keturunan Belanda dan Cina, dipersilahkan masuk bahkan
duduk di bangku‖. Mas Kromo menyebutkan diskriminasi kolonial tersebut
1
sebagai praktik ―seperempat manusia‖.
Mas Kromo sangat tepat tatkala ia mengatakan bahwa dibalik
praktik teknologi tercanggih kala itu, sesungguhnya telah terjadi upaya
2
―pen-seperempat-an manusia‖ kaum pribumi. Memang, teknologi dan
dignity (harga diri) adalah dua sisi dari satu mata uang. Begitulah yang
terjadi pada tanggal 10 Agustus 1995, 80 tahun kemudian setelah Mas
Kromo menuliskan perlawanannya itu. Hari ini, kata Habibie, untuk ―...
mengenang 50 tahun Indonesia merdeka, kita membuktikan kepada diri
kita sendiri bahwa kita sama seperti orang Jerman dan yang lain, bisa
3
juga membuat pesawat terbang komersial‖. Hari itu, 10 Agustus 1995,
teknologi tercanggih di zamannya tidak sedang merepresentasikan
pandangan seperempat manusia tersebut—seperti yang dimasgulkan
oleh Mas Marco. Justru uji coba terbang pesawat CN 250 untuk
pertama kalinya di depan khalayak luas—dan sebagai seratus persen
buatan para insinyur Indonesia itu---adalah untuk menunjukkan bahwa
orang Indonesia adalah juga sepenuh-penuhnya manusia. 4 ―Industri
pesawat terbang dan industri teknologi tinggi sejenisnya hanya...
445