Page 12 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 12
HUBUNGAN INDONESIA DAN JEPANG DALAM LINTASAN SEJARAH
Dalam suasana inilah pula Kerajaan Jepang mulai “menyajikan daya
tariknya”. Pada waktu inilah barang-barang impor dari Jepang dengan harga murah
semakin banyak memenuhi toko-toko dan di samping itu, siapakah yang bisa
melupakan aktivitas para tukang potret Jepang yang ramah? Dalam suasana inilah
beberapa orang kaum terpelajar dari “tanah Hindia”, yang telah mulai menyebut
diri Indonesia, semakin tertarik pada kebangkitan ekonomi dan politik Jepang dan
mulai pula mempelajari pengalaman bangsa ini dalam usaha mengembangkan
dirinya. Bagaimanakah sebuah negara Asia bisa tampil sebagai kekuatan yang sama
sekali tidak “segan” dengan Eropa? Hanya saja setelah mendalami perilaku Jepang,
beberapa tokoh pergerakan kebangsaan yang telah dipaksa oleh kekuasaan kolonial
Belanda untuk bermukim di wilayah pembuangan seperti Sukarno, Hatta, dan
Sjahrir mulai kritis juga pada gerak-gerik Jepang. Bukankah tampak juga betapa
Jepang asyik juga mencari sumber-sumber energi untuk perkembangan dunia
industrinya?
Akhirnya peristiwa yang telah diramalkan itupun terjadi juga. Tentara
Jepang mulai menghadapkan serbuannya ke daerah selatan. Setelah “Pertempuran
Laut Jawa” yang dahsyat, akhirnya pada tanggal 9 Maret 1942 Pemerintah Hindia
Belanda pun mengibarkan bendera putih. Begitulah, ketika waktunya telah tiba
maka dengan bendera Dai Nippon di tangan kanan, para pemuda di kota-kota besar
pun menyambut dengan gembira kedatangan tentara Dai Nippon. Bendera Merah
Putih yang entah sudah berapa tahun dilarang untuk dikibarkan, kini dipakai untuk
menerima kedatangan tentara yang telah memakai semboyan Asia Timur Raya itu.
Seketika terasa juga betapa “fajar zaman baru” telah menyingsing.
Tetapi alangkah cepatnya berlalu. Dua tiga minggu kemudian sang
penguasa baru, militer Jepang, melarang pengibaran bendera Merah Putih.
Sementara itu wilayah Hindia Belanda yang merupakan suatu kesatuan politik kini
telah terbagi atas tiga wilayah kekuasaan militer, Sumatra (yang digabungkan
dengan Tanah Semenanjung dan Singapura), Jawa, dan wilayah Indonesia bagian
timur. Ketiga wilayah ini pun setapak demi setapak mulai mengalami apa artinya
berada di bawah kekuasaan militer di saat perang “Asia Timur Raya” (sebagaimana
Jepang menamakan apa yang biasa disebut kekuasaan Barat sebagai “Perang
Pasifik”) sedang berkecamuk. Dalam suasana ini puluhan atau lebih tepatnya
ratusan ribu anak negeri dipekerjakan Pemerintah Militer Jepang sebagai Romusha,
pekerja paksa bagi kepentingan militer dan pertahanan. Tetapi dalam masa ini pula,
sekian puluh ribu pemuda dilatih untuk menjadi tentara, baik sebagai pembantu
militer Jepang ataupun sebagai tentara rakyat untuk membantu Jepang dalam
mempertahankan kepulauan Indonesia. Atau dengan kata lain, sekian puluh ribu
3