Page 13 - Hubungan Indonesia Jepang dalam Lintasan Sejarah
P. 13
KATA PENGANTAR AHLI
orang yang menjadi Heiho, tentara bantuan bagi militer Jepang. Disamping itu,
sekian puluh ribu pula yang bergabung dalam PETA (Pembela Tanah Air) atau
Gyugun, yang dilatih sebagai laskar bantuan.
Situasi Perang Asia Timur Raya memang bukan saja menuntut peletakan
landasan bagi persiapan perang yang kuat, tetapi juga penguasaan sistem
komunikasi yang meniadakan keberlakuan sistem yang ditinggalkan pemerintah
kolonial yang terdahulu. Hanya saja, pelarangan pemakaian Bahasa Belanda sebagai
bahasa dalam pemerintahan dan ilmu pengetahuan ternyata tidak dengan begitu
saja bisa digantikan oleh Bahasa Dai Nippon. Maka bisalah dikatakan bahwa salah
satu dampak yang tidak terlupakan dari masa pendudukan militer Jepang ini ialah
dimulainya pengembangan dan pemakaian Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Ilmu
Pengetahuan. Salah satu dampak langsung dari keputusan militer ini ialah
didirikannya “komisi istilah”, komisi inilah yang menentukan padanan istilah dalam
Bahasa Indonesia yang berasal dari Bahasa Belanda.
Dalam suasana ketika perang sedang berkecamuk dan kekuasaan asing
telah memaksakan perubahan dalam sistem komunikasi akademis maka, mestikah
diherankan kalau Bahasa Indonesia pun semakin berkembang pula? Maka begitulah,
“zaman pendudukan Jepang” akan selalu diingat bukan saja masa ketika istilah-
istilah ilmu pengetahuan dalam Bahasa Indonesia atau Indonesianisasi istilah asing
mulai dikembangkan, tetapi adalah pula suatu periode sejarah ketika orientasi baru
dalam dunia sastra telah bermula. Boleh dikatakan bahwa zaman pendudukan
Jepang adalah awal dari kebangkitan apa yang kemudian disebut sebagai “angkatan
‘45”. Memang nama Chairul Anwar, Asrul Sani, Achdiat Kartamihardja, Idrus, dan
lain-lain lebih dikenal ketika mereka telah menjadi bagian dari dinamika “Revolusi
Kemerdekaan”. Tetapi sebenarnya, mereka telah mulai berkarya di saat kekuasaan
militer Jepang masih teramat kuat. Dalam zaman pendudukan Jepang inilah pula
seni rupa tidak lagi terpaku pada kecenderungan “tanah Hindia yang cantik” (Mooi
Indie), yang bersifat naturalistik, tetapi telah mulai menjelajahi kecenderungan baru,
entah yang bercorak impresionistik, entah ekspresionistik. Dalam suasana
pendudukan Jepang yang militeristik ini, berkesenian tidak lagi selamanya harus
berkarya dalam kesendirian. Ternyata kreativitas perseorangan dalam dunia seni
bisa dipupuk dalam suasana kebersamaan.
Zaman pendudukan Jepang tidak terlalu lama, hanya sekitar tiga setengah
tahun. Tetapi dalam masa yang relatif pendek ini sistem kekuasaan asing yang
didominasi oleh kepentingan militer ini ternyata membawa perubahan penting
dalam dinamika perpolitikan nasional. Dalam masa kependudukan inilah kaum
ulama Indonesia, mula-mula di Pulau Jawa, dibawa oleh kekuasaan militer Jepang
4