Page 48 - MAJALAH 129
P. 48
Profil
Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan untuk prajurit TNI
losok Garut yang ternyata masih ada yang masuk “Saya itu sejak kecil dilatih
kategori terisolir.
“Bupati belum pernah datang kesana, anggota mandiri, saya bukan tipe
DPR belum pernah. selama kampanye pun belum pejabat yang pintu mobil harus
pernah ada caleg yang datang kesana. Makanya ke
tika saya mau datang kesana, mereka sambut saya dibukain, jalan dipayungin,
seperti raja. Diarak pakai musik tradisional, yang pokoknya harus mandiri,”
ngarak itu barisannya panjang sekali itu,” tutur pu
tra sulung dari 11 bersaudara ini. Selama kampanye
ia betah berlamalama sendiri di dapil. Berang harus mandiri,” jelasnya sambil tersenyum.
kat sendiri naik mobil pukul 4 Subuh dari Jakarta, Ia kemudian mengenang perjalanan hidupnya
kembali larut malam bahkan tidak jarang sampai di yang penuh liku. Semangat juang membuat keya
rumah pukul 1 pagi. Sebagian besar dilakukannya, kinannya teguh, walaupun ia pernah menghadapi
tanpa sopir, tanpa ajudan atau sekretaris. Ia datang kenyataan pahit harus tinggal kelas pada saat SMP.
sendiri, parkir mobil sendiri sampai sejumlah pihak Atas nasehat orang tuanya yang juga anggota TNI
di balai desa bertanyatanya. “Saya itu sejak kecil pensiun dengan pangkat kapten, Supiadin yang
dilatih mandiri, saya bukan tipe pejabat yang pintu semula ingin mendaftar sebagai bintara akhirnya
mobil harus dibukain, jalan dipayungin, pokoknya membulatkan tekad memasuki Akademi Militer. Ti
dak ada target tinggi yang ditetapkannya. Lulus dan
meraih letnan dua, baginya sudah lebih dari cukup
pada saat itu. Dalam penugasan pertama di Ende,
Flores sebagai perwira muda ia harus memimpin
anak buah yang sebagian besar sudah senior. Ada
hal positif yang dilihatnya yaitu peluang untuk me
nyerap pengalaman lapangan dari anak buah yang
kenyang pengalaman tempur — 20 orang pernah
menjadi anggota Permesta. Sebagai perwira ter
kadang harus bijak ketika anak buah datang terlam
bat karena ternyata harus memasak, menyiapkan
seragam anak dan mengantar anak ke sekolah. Tapi
ketika kondisi sudah berubah, ia tidak segan meng
gunakan wewenangnya. “Saya katakan, semula saya
ingin belajar dari bapakbapak karena bapak lebih
berpengalaman sebagai prajurit. Ternyata bapak
bapak tidak bisa jadi pelajaran. Saya ingin hormati
tapi bapakbapak tidak menghormati saya. Maka
mulai hari ini saya akan bertindak sebagai koman
dan, salah saya sikat.”
Karir militernya semakin bersinar terang setelah
meraih bintang Wira Adipradana, lulusan terbaik
Sesko ABRI tahun 1997 dan kemudian lulus tebaik
Supiadin Aries Saputra di ruang kerjanya Lemhannas tahun 2001. Prestasi ini sekaligus pem
48 EDISI 129 TH. XLV, 2015