Page 6 - MAJALAH 96
P. 6
Dukungan Pembentukan Tim Penyelesaian
Sengketa Pertahanan dan Konflik Agraria
RI telah menerima surat aspirasi dari Ketua Eksekutif PENGURUS PUSAT (BAPEPPINDO), Drs.
Abdulmuin Asman, ScH, yang beralamat di Jl.Urip Sumoharjo Lr.III, Makassar, Sulawesi Selatan.
DPR Pelapor sangat mendukung langkah DPR RI membentuk TIM Penyelesaian Sengketa
Pertanahan dan Konflik Agraria untuk mendorong Pemerintah menutaskan persoalan sengketa lahan dan konflik
agrarian, demi kesejahteraan masyarakat dan keutuhan NKRI sebagai Negara agraria dan maritim.
Adapun lokasi rawan sengketa pertanahan dan konflik agraria meliputi:
a. Pembangunan infrastruktur jalan nasional/propinsi, pengembangan/perluasan bandara dan pelabuhan dari
Kementrian Perhubungan dan Kementrian Pekerjaan Umum, seperti Bandara Hasanuddin yang terkatung-
katung sejak 1991 dan belum ada kepastian penyelesaian bagi masyarakat pemilik tanah lebih dari 100 Ha.
b. Usaha perkebunan (kelapa sawit, tebu, dll) baik yang dikelola oleh BUMN/BUMD, PMA, maupun swasta,
misalnya perkebunan tebu Takalar, Bone untuk pabrik gula.
c. Usaha pertambangan baik yang dikelola oleh BUMN/BUMD, PMA, maupun swasta.
d. Pembangunan bendungan/DAM, baik untuk pembangkit listrik (PLTA) maupun irigasi pertanian.
e. Pembangunan sarana pendidikan, pengembangan kota, dan sarana perkantoran.
f. Lahan yang dikuasai oleh TNI/Polri yang tidak dibayar ganti ruginya kepada pemilik yang sah/ahli warisnya.
g. Putusan pengadilan yang melebihi objek perkara/mengeksekusi di luar objek perkara.
Lokasi rawan sengketa pertanahan tsb terjadi karena panitia pembebasan mengesampingkan HAM dan asas
musyawarah untuk mufakat dan menojolkan sifat otoriter dan arogansi sebagai pejabat, bukan sebagai fasilitator
pejabat publik yang melayani masyarakat.
a. Untuk memperkuat penyelesaian sengketa pertanahan dan konflik agraria atas keterlibatan Pejabat, Badan
Peradilan, atau instansi terkait diperlukan hal-hal sbb:
b. Pembentukan UU tentang Bank Tanah (Badan khusus pertanahan) untuk memperkuat UU No. 5 Tahun
1969 tentang Pokok Agraria (UUPA), UU No. 51 Prp Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa
Izin yang Berhak atau Kuasanya, serta pemetaan terhadap tanah Negara, tanah adat, tanah hak ulayat,
hak milik, hak pakai, HGU, HGB, dan hak-hak lainnya. UU tsb sangat dibutuhkan karena BPN telah gagal
melaksanakan amanah sebagaimana diatur dalam UUPA, dan tidak dapat menyelesaikan sengketa tanah,
bahkan banyak sengketa tanah timbul karena ulah BPN yang merugikan masyarakat, sampai diproses
melalui PTUN.
c. Memperkuat Perpres No. 36 Tahun 2005 jo No. 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan untuk Kepentingan Umum, terutama nilai standar ganti rugi tanah, bangunan, dan tanaman,
dan benda-benda lain milik masyarakat yang diambil oleh Pemerintah untuk kepentingan umum, mana
ganti ruginya minimal 3 kali lipat dari harga harga umum setempat.
d. Membentuk UU tentang Sanksi kepada BPN apabila ditemukan berperkara, baik di PTUN maupun Peradilan
Umum yang menyatakan bahwa sertifikat yang diterbitkan adalah tidak sah, batal, dan atau cacat dan
terhadap Pejabat yang menandatangani sertipikat tsb dikenakan sanksi hukuman minimum 10 tahun yang
selama ini belum ada sanksinya.
e. Membentuk peraturan minimal Perpres tentang penyelesaian masalah ganti rugi tanah untuk pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum yang diselesaikan secara musyawarah melalui Pemda setempat.
Surat Pelapor telah diteruskan kepada Komisi II, Panja Penyelesaian Sengketa Pertanahan dan Konflik Agraria,
dan Baleg DPR RI sebagai masukan. Selain itu juga disampaikan kepada Wakil Ketua DPR RI bidang Korpol dan
Anggota DPR RI Dapil Sulawesi Selatan I (FPD, FPG, FPAN, FPKS, FPPP, F Gerindra) sebagai masukan.
| PARLEMENTARIA | Edisi 96 TH. XLII, 2012 |
ARIA |
TH. XLII, 2012 |
| PARLEMENTARIA | Edisi 96 TH. XLII, 2012 || PARLEMENTARIA | Edisi 96 TH. XLII, 2012 |
|
96
Edisi
P
ARLEMENT
PB | PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 | | PARLEMENTARIA | Edisi 95 TH. XLII, 2012 | PB