Page 14 - MAJALAH 107
P. 14
belum menikmati kesejahteraan hidup. Masih ada ke-
senjangan yang mesti ditata oleh Kemendikbud dan
Kemenag. Pemda juga harus memperhatikan mereka.
Di daerah miskin, guru wiyata bakti itu ada yang 3 bu-
lan tidak dibayar. Padahal, dia jalan kaki setiap hari ke
sekolah.
Tanggapan anda tentang tuntutan dari para guru
honorer agar honornya disesuaikan dengan UMR?
Itu masalah di daerah. Sebagian besar tidak me-
mungkinkan, karena kendala anggaran. Di Jatengpun
ada guru honorer yang hanya terima Rp 300 ribu per
bulan, itupun tidak pasti kadang dapat, kadang tidak.
Semunya tergantung fluktuasi APBD yang diterima oleh
kabupaten//kota yang bersangkutan.
Perlu kebijakan nasional terhadap seluruh aspek pro-
fesi guru yang tidak dibatasi oleh perbedaan perlakuan,
baik guru negeri, swasta, atau madrasah. Jangan sam-
pai ada guru yang perjuangannya sama, keluar kering-
atnya sama, jebolan sekolahnya sama dari IKIP, karena
tidak punya koneksi, akhirnya jadi guru honorer yang
gajinya hanya Rp 300 ribu per bulan. Bulan berikutnya,
guru honorer itu belum tentu dapat honor lagi. Ada juga
yang dirapel tiga bulan sekali, ada yang setahun sekali.
Terhadap pahlawan devisa?
Tentunya menyangkut TKI. Berkali-kali kita sampaikan
harus ada anggaran untuk meningkatkan keterampilan
Bicara profesi guru, ini profesi yang sangat mulia. Dari para TKI. Kalau tidak punya keterampilan, tidak pro-
seorang guru bisa muncul tokoh-tokoh pahlawan yang fesional, dan tidak punya keahlian, pendapatan mata
kita kenal. Hanya saja latar belakang para guru perlu pencahariannya rendah. Bahkan, bisa direndahkan oleh
ditata dengan baik. Sekarang ini ada guru yang masuk majikannya. TKI/TKW sedikit demi sedikit harus beranjak
PGRI, guru wiyata bakti, dan guru swasta, itu nasibnya berubah, dari sekadar PRT menjad tenaga terampil yang
masih jomplang. menguasai aspek teknologi. Jangan hanya mengejar ru-
piah dan devisa, tetapi mengorbankan harkat dan mar-
Saya berkeliling masuk kampung. Guru-guru negeri tabat sebagai bangsa Indonesia yang akhirnya dihina
(PNS) insyaAllah sudah layak. Tetapi, guru-guru wiya- oleh warga negara lain.
ta bakti ada yang sebulan hanya terima Rp 300 ribu.
Mungkin dibandingkan dengan upah PRT saja sudah Terkait TKI yang terancam hukuman mati?
ketinggalan. Tetapi, beban kerjanya sama dengan guru
PNS. Belum lagi guru wiyata bakti selalu menerima per- Ini perlu kita sampaikan. Intinya harus meningkatkan
lakuan berbeda antara yang sudah lama mengajar dan proteksi terhadap WNI yang terancam hukuman mati.
yang baru mengajar. Ini juga perlu ditata. Siapapun WNI kita yang mendapat ancaman hukuman
pidana, itu menjadi tugas negara untuk memproteksi-
Ada lagi guru madrasah yang nasibnya sama. Ada nya. Tapi juga harus diingat, jangan berlebihan. Kita juga
yang honorer, wiyata bakti, dan guru swasta. Semuanya harus lihat bagaimana proteksi yang diberikan. Seperti
Perlu kebijakan nasional terhadap seluruh aspek profesi guru yang
tidak dibatasi oleh perbedaan perlakuan, baik guru negeri, swasta, atau
madrasah. Jangan sampai ada guru yang perjuangannya sama, keluar
keringatnya sama, jebolan sekolahnya sama dari IKIP, karena tidak
punya koneksi, akhirnya jadi guru honorer yang gajinya hanya Rp 300
ribu per bulan.
14 PARLEMENTARIA EDISI 107 TH. XLIII, 2013