Page 51 - MAJALAH 114
P. 51

epada reporter M. Husen
                   dan fotografer Iwan Arma-
              Knias dari Parlementaria,
            mantan Anggota DPRD Kabupaten
            Ponorogo dua periode ini, memi-
            liki pribadi yang istoqomah. Lurus
            dan apa adanya. Sebelum terjun ke
            panggung politik, Ibnu dikenal seba-
            gai aktivis GP Anshor di Ponorogo. Ia
            pribadi yang hangat dan dekat de-
            ngan masyarakat.
              Masa Kecil di Desa Tulung

              Tulung, 1965. Sebuah desa kecil
            di Kecamatan Sampung, Ponorogo,
            Jawa Timur. Mayoritas masyarakat
            di desa ini berprofesi sebagai
            petani. Areal sawah membentang
            sepanjang mata memandang. Di
            bagian barat desa, ada hutan yang
            masih rimbun menghijau. Pesantren
            banyak berdiri di Kota Ponorogo
            ini,  termasuk  di  desa  Tulung.
            Masyarakatnya sangat religius.    laki-laki itu kemudian diberi nama  keras dan kaku, membuat kakinya
                                              Ibnu Multazam. Dalam bahasa  kerap melepuh dan lecet. Sepatu
              Di desa inilah seorang petani  Arab, Ibnu berarti anak laki-laki.  itu tak enak bila digunakan berjalan
            religus sedang mengabdikan dirinya  Sedangkan Multazam berarti yang  jarak jauh. Ketika sudah mendekati
            untuk masyarakat. Ia seorang  berketetapan hati. Dengan nama  sekolah barulah ia mengenakan
            pemimpin  pondok  pesantren  di  itu, ayahnya berharap anak laki-   sepatu tersebut.
            Desa Tulung. Adalah Abdul Manan,  laki ini punya prinsip hidup yang
            pria bersahaja itu. Sehari-harinya  kuat. Tak ada adik lagi yang lahir   “Masa kecil saya otomatis mem-
            ia mengasuh ratusan santri. Selain  kemudian. Jadi Ibnu adalah anak  bantu orangtua di sawah karena
            memberikan banyak pengetahuan  tunggal pasangan Abdul Manan dan  orangtua saya petani. Hampir setiap
            bagi para santrinya, Abdul Manan  Siti Maknun.                      hari saya ke sawah. Sebagai anak
            juga masih menggarap sawahnya                                       petani, ya pekerjaan saya sehari-hari
            sendiri. Para santrinya juga selalu   Ibnu kecil tumbuh di lingkungan  di sawah,” kenang Ibnu. Ayahnya
            membantu menggarap sawah  pesantren dan masyarakat desa  yang pertama mengajari Ibnu kecil
            tersebut                          yang agraris. Ibnu suka sekali  membaca Al Quran. Uniknya, bila ia
                                              bermain bersama sahabat-sahabat  salah membaca, sang ayah mena-
              Hari itu, Abdul  Manan  sedang  kecilnya. Permainan favoritnya saat  burkan air dari kendi ke kepalanya.
            menanti kelahiran anak pertamanya.  kecil dahulu adalah bermain layang-  Ia didiamkan saja oleh ayahnya
            Bersama istri tercinta Siti Maknun,  layang. Di malam hari, kadang ia  sampai menemukan kesalahannya
            ia segera dikarunia anak pertama.  suka bermain pentak umpet. Di  sendiri dalam membaca Al Quran.
            Syahdan, matahari perlahan mulai  waktu senggang, bermain bola
            tergelincir  di  ufuk  barat.  Hari  di halaman pesantren juga jadi    Pada usia SD, Ibnu sudah pandai
            mendekati gelap. Kalender yang  kesenangannya. Senang rasanya  membaca Al Quran dengan tartil.
            tergantung di dinding menunjukkan,  mengingat masa kecil di kampung.   Setamat SD tahun 1977, Ibnu melan-
            9 Oktober 1965. Di waktu inilah,                                    jutkan ke Madrasah Tsanawiyah Al
            tangis bayi memecah kesunyian.      Sebagai anak seorang kiai, ia ten-  Mukarom. Madrasah ini didirikan
            Tahmid tiada henti terucap sebagai  tu mendapat pendidikan agama dari  oleh kakek buyutnya di Kecamatan
            tanda syukur atas kelahiran jabang  kedua orangtuanya. Sementara un-  Sumoroto, Ponorogo. Bersama
            bayi berjenis kelamin laki-laki.   tuk pendidikan formal, Ibnu memu-  teman-teman sekelasnya, ia ber-
                                              lai sekolahnya di SDN Tulung 1. Ia  sepeda ontel ke madrasah. Bila tak
              Dalam tradisi Jawa dikenal istilah  biasa berjalan kaki ke sekolah setiap  ada sepeda, ia menumpang cikar,
            “julong caplok”. Artinya, bayi yang  pagi yang jaraknya sekitar 1 km.  gerobak yang ditarik 2 lembu milik
            lahir di sore hari harus betul-betul  Saat berangkat sekolah, Ibnu selalu  para petani yang lewat. Selama di
            dijaga, agar tidak diganggu makhluk  menenteng sepatunya sepanjang  madrasah, Ibnu menyukai pelajar-
            apa pun demi keselamatannya. Bayi  jalan. Bahan sepatunya yang terlalu  an-pelajaran sosial. Pelajaran yang


                                                                             PARLEMENTARIA  EDISI 114 TH. XLIV, 2014  51
   46   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56