Page 52 - MAJALAH 114
P. 52
bersifat hafalan sangat disukainya.
Semasa sekolah, ada pula kena-
kalannya. Bila ingin membolos, ia
panjat pagar di belakang sekolah
dan pergi bermain. Di madrasah
ini ada gurunya bernama Pak Zaini
yang selalu keras pada Ibnu daripa-
da siswa lainnya. Kepada Pak Zaini-
lah, ayahnya menitipkan Ibnu untuk
dididik. “Anak saya sudah diwakaf-
kan ke sekolah,” kata Ibnu mengu-
tip pernyataan sang ayah kepada
gurunya tersebut. Pak Zaini juga
kerap meminta Ibnu membantunya
saat mengajar. Ibnu sering diminta
menuliskan materi pelajaran di pa-
pan tulis.
Lulus Madrasah Tsanawiyah, Ibnu
melanjutkan ke SMA Hudaya NU,
di Kota Ponorogo. Di SMA, ia mulai hammadiyah, membuat pemuda saya, Kalau mau ambil uang harus
rajin berorganisasi. Bahkan, ayahnya Ibnu tampil lebih moderat dan to- pulang ke rumah. Tidak boleh minta
kerap mengajak Ibnu ke pertemuan- leran terhadap berbagai pemikiran dikirim kecuali kepepet,” ungkap
pertemuan rapat NU di Ponorogo. dan sikap politik. Ibnu. Tampaknya, tradisi seperti ini
Ayahnya, memang, seorang aktivis sangat positif, karena mengharus-
pergerakan NU. Di masa SMA inilah, Ayahnya sempat pula mendapat kan seorang anak terus menjaga
ia mulai mengenal dunia politik dari ejekan dari masyarakat di desanya, interaksi dan komunikasi langsung
ayahnya. Dari aktifitas ayahnya di karena membiarkan Ibnu kuliah di dengan orangtuanya di kampung.
NU, Ibnu mulai mengenal nama- kampus Muhammadiyah. Waktu itu
nama pesohor negeri. pertentangan NU dan Muhammadi- Semasa kuliah di jurusan Bahasa
yah sangat keras, tidak seperti seka- Inggris, Ibnu sangat menyukai mata
Ia begitu tertarik pada Menteri rang yang sudah harmonis. Ayah kuliah metode conversation. Mata
Luar Negeri yang waktu itu dijabat Ibnu tak bergeming dengan perta- kuliah inilah yang membuatnya ter-
Mochtar Kusumaatmadja. Pemiki- nyaan dan cemooh masyarakat seki- ampil berbahasa asing. Untuk ter-
ran dan cita-cita Ibnu muda terin- tar. Dia sangat toleran dan memberi ampil berbahasa asing, memang,
pirasi oleh ayahnya dan Mochtar kebebasan pada putra satu-satunya harus mempraktikkannya dalam ke-
Kusumaatmadja. Mantan Menlu itu, itu untuk memilih tempat kuliah. hidupan sehari-hari. Setamat kuliah
menjadi idolanya sejak muda. “In- tahun 1989, Ibnu membuka kursus
sipirasi saya Pak Mochtar Kusumaat- Di kampusnya, Ibnu aktif beror- Bahasa Inggris di Kota Ponorogo. Ia
madja. Saya melihat dia begitu ganisasi dan menerbitkan majalah rintis lembaga kursus tersebut dari
pintar menjelaskan setiap masalah. berbahasa Inggris. Selain itu, aktifi- nol.
Saya berpikir, kelak ingin seperti Pak tas berkesenian di kampus juga tak
Mochtar Kusumaatmadja,” akunya. pernah ia lewatkan. Tercatat, Ibnu Kali pertama membuka kursus,
pernah terlibat dalam pentas drama siswa yang mendaftar sudah 150
Menjadi Politisi panggung di kampusnya. Di luar orang. Waktu itu, ia masih menyewa
kampus ia menjabat sekretaris GP sebuah rumah untuk tempat kursus-
Setamat SMA tahun 1985, Ibnu Ansor cabang Ponorogo. Selama ku- nya dengan biaya pinjaman. Lem-
muda melanjutkan ke Universitas liah, ia kos di Surakarta dan dibekali baga kursus ini terus berkembang
Muhammadiyah Surakarta, Jateng. uang saku sebesar Rp12.000 untuk pesat hingga saat ini. Bahkan, pada
Dia ingin mengambil jurusan satu bulan. Bila uang saku habis, tahun 2000 Ibnu sudah mampu
Hubungan Internasional, karena ia harus pulang ke rumahnya di membeli sebuah gedung dengan 3
terinspirasi oleh Mochtar Kusumaat- Ponorogo, Jatim. lantai untuk dijadikan tempat kursus
madja. Karena belum bisa diterima, permanen. Jerih payah dan usaha
akhirnya dia mengambil jurusan “Ayah saya tidak mau mengirim kerasnya membuahkan hasil yang
Bahasa Inggris. Walau berlatar NU, uang lewat wesel pos. Saya diwa- manis.
ia mudah berbaur dengan para ak- jibkan pulang bila butuh uang dan
tivis Muhammadiyah di kampusnya. ini sudah keharusan. Didikan se- Ia susun sendiri kurikulum dan
Justru dengan kuliah di kampus Mu- perti ini saya terapkan kepada anak strategi promosinya saat merintis
52 PARLEMENTARIA EDISI 114 TH. XLIV, 2014

