Page 52 - MAJALAH 139
P. 52

PROFIL




                                                         Farid Alfauzi

                  Bak sebuah “magnet” Farid
                      Alfauzi, Politisi Hanura
                  yang kini menjabat sebagai             “Magnet” Politik
                   Wakil Ketua Komisi VI ini
                 selalu mampu menarik hati               Sang Santri
                orang-orang sekitarnya. Tak
                   berlebihan jika kemudian
                     anak seorang Kyai besar             Bangkalan
                    di Bangkalan, Madura ini
                   mampu menyumbangkan
                         suara terbesar pada
                     partainya dalam pemilu
                              tahun 2014 lalu.



                  erlahir sebagai bungsu   sang bunda, lanjut Farid, diakuinya   Sempat timbul rasa jenuh dan
                  dari lima bersaudara yang   merupakan sosok ibu yang sabar dan   bosan dalam diri Farid saat itu.
                  sejak usia delapan bulan   tidak pernah memarahi anak-anak-  Sampai-sampai  ia  sempat  berdoa
          Tsudah berstatus anak yatim      nya, termasuk Farid. Meski be gitu,   dan  berharap  agar  segera  dewasa

          mengharuskan Farid hidup mandiri.   kelima anak-anak nya tetap hormat   sehingga terbebas dari rutinitas
          Jauh dari kata “manja” yang biasa   dan segan ke padanya.           tersebut. Ya, ketika duduk di bangku
          disandangkan pada kebanyakan anak   “Saat usia SD, saya sekolah dua
          bungsu.                          kali. Dari pagi saya sekolah umum
             “Saya terlahir dan hidup dalam   di SDN Burneh I sampai siang hari,
          tembok pesantren. Abah (bapak-red)   sekitar jam dua belas siang. Dan
          saya meninggal saat saya berusia 7-8   satu jam kemudian saya harus sudah
          bulan. Jadi bisa dikatakan saya tidak   sampai Madrasah Ibtidaiyah Nurul
          ingat tentang abah, abah saya wafat   Taufiq, sampai jam lima sore. Malam
          pada umur sangat muda masih 31   harinya saya harus mengaji bersama
          tahun” ujar Farid memulai kisahnya.  umi (ibunda-red), ada dua malam
             Meski sejak balita tidak mengenal   yang mengharuskan saya mengaji
          sosok sang ayah yang sudah terlebih   di pondok pesantren di lain desa.
          dahulu pergi  menghadap  Illahi,   Begitulah keseharian rutinitas saya,”
          namun bisa dikatakan sejak kecil   paparnya.
          kasih sayang seorang ayah ia        Saat harus mengaji di desa lain
          dapatkan melalui paman, kakek dan   yang berjarak tiga kilometer dari
          kakak-kakak kandung Farid. Beda   rumahnya  itu, Farid     k e cil
          memang, tapi setidaknya didikan dan   sanga t mer asakan
          ajaran yang mereka tanamkan turut   perjuangannya. Ia harus
          membantu membentuk kepribadian   melewati pematang sawah
          Farid menjadi seorang pria yang   dan kebun. Terlebih lagi di
          tahan banting alias kuat.        sepanjang jalan itu belum
             Sebut saja ketika sekali waktu   dialiri listrik. Tak ayal ketika                         foto : jayadi/iw
          Farid meninggalkan sekolah       belajar mengaji Farid selalu
          agamanya, sang bunda sama sekali   membawa celurit yang pegang di
          tidak pernah memarahinya. Namun   sebelah kanan. Celurit itulah yang
          tidak demikian dengan sang paman,   digunakan untuk melindungi diri jika
          yang langsung menanyakannya      ada ular. Sementara tangan kirinya
          alasan tidak pergi sekolah. Sementara   memegang kitab.
                                                              Wakil Ketua Komisi  VI DPR RI Fraksi Hanura,  Farid Alfauzi

        52      l  PARLEMENTARIA  l  EDISI 139 TH. XLVI - 2016
   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57