Page 54 - MAJALAH 117
P. 54
etika para koleganya di untuk masyarakat setempat sebagai Selain benang kusut, matahari
Komisi X belum satu pun guru. Hidup kedua orangtua Popong juga jadi objek yang paling mudah
Khadir, Popong sudah hadir penuh pengabdian. Keduanya, dilukis oleh Popong. Karena gurunya
rata - rata satu jam sebelum rapat. jebolan pendidikan Belanda waktu sangat mencintai Popong kecil, nilai
Bicara soal dunia pendidikan dan itu. menggambarnya malah diberi 6 di
budaya daerah, Popong adalah buku rapor dari yang semestinya 3.
orang yang tepat untuk diajak ber- Di wilayah Tomo, Sumedang, “Menggambar harusnya dapat nilai
bincang. Kepada reporter M. Husen Popong kecil pun mulai memasuki merah. Tapi, karena sayang, malah
dan fotografer Rizka Arinindya dari pendidikan formal pada usia 6 dikasih 6. Kata guru saya, mestinya
Parlementaria, Popong berbagi ceri- tahun. Waktu itu, ia masuk Sekolah dapet nilai 3,” kenang Popong
ta menarik tentang kenangan masa Rakyat (SR) tahun 1944. Dahulu, bila penuh tawa.
kecilnya di Bandung dan Sumedang, ingin mendaftar masuk SR, seorang
hingga ia menjadi politisi Senayan. siswa harus bisa menyentuh Popong hidup di tengah keluarga
telinganya. Bila tangan kanan sudah religius dan berdisplin tinggi. Ia juga
Antara Bandung-Sumedang
Bandung 1938. Masih dalam
suasana era penjajahan. Tepat di
Gang Jaksa, dekat Jl. Dewi Sartika,
Tegalega, Bandung, hidup sepasang
insan yang mengabdi sebagai guru
untuk masyarakatnya. Tinggal di
sebuah rumah sederhana, sepasang
insan itu sedang berbahagia, karena
segera dikaruniai anak ketiga.
Adalah H. Samdja dan Hj. Rapi’ah
Nursari, sepasang insan yang
sedang berbahagia tersebut.
Syahdan, tangis bayi memecah
kesunyian hari itu. Tahmid tiada
henti terucap sebagai tanda syukur
atas kelahiran bayi mungil berjenis
kelamin perempuan. Air mata suka
cita mengalir dari pelupuk mata
sang ibu. Kalender yang tergantung
di dinding menunjukkan 30
Desember 1938.
bisa menyentuh telinga kiri atau suka bermain dan bercengkrama
Kehadiran bayi perempuan ini, sebaliknya, calon siswa tersebut dengan sahabat-sahabat kecilnya
memang, sangat didambakan baru bisa masuk SR. Popong adalah di kampung. Semasa kecil, ia suka
orangtuanya, karena sebelumnya siswa berprestasi di sekolahnya. sekali bermain sonlah, gatrik,
sudah punya 2 anak laki-laki. Kini, Para gurunya sangat mencintai dan congklak. Semua permainan
di rumah sang guru tersebut, Popong kecil. tradisional sangat disukainya
kedatangan bidadari kecil yang termasuk petak umpet. Senang
diberi nama Popong. Setelah Satu hal yang paling tidak disukai rasanya mengingat masa kecil di
kelahiran Popong, masih ada 8 Popong di sekolah, ia tak suka kampung dahulu.
adiknya yang lahir kemudian. Jadi, pelajaran menggambar. Ia pasti
Popong adalah anak ketiga dari bingung harus menggambar objek Saat Magrib tiba, ia selalu berada
sebelas bersaudara. apa, karena memang tak pandai di rumah. Selepas Isya, setiap
menggambar. Karena bingung, malam Jumat atau malam Minggu,
Masa balita Popong dihabiskan di ia pernah menggambar objek biasanya ia dan sahabat-sahabat
Bandung. Tak lama kemudian sang lingkaran kusut tak beraturan. Saat kecilnya di kampung pergi ke masjid
ayah pindah tugas ke Sumedang dan ditanya gurunya tentang objek untuk belajar agama. Tak hanya
harus membawa serta keluarganya tersebut, Popong hanya menjawab, dispilin dan cerdas, Popong juga
hijrah. Pengabdian sang ayah itu benang kusut. Hasil lukisannya tumbuh menjadi anak yang sangat
tak kenal tempat. Ia adalah guru itu, kerap membuat teman-teman religius. Lingkungan keluargalah
berdedikasi tinggi. Begitu pula dan gurunya tertawa. yang sangat mempengaruhi
ibunda Popong yang juga mengabdi kehidupan Popong.
54 PARLEMENTARIA EDISI 117 TH. XLIV, 2014