Page 55 - MAJALAH 117
P. 55
Sementara itu, bila ditanya cita-
citanya sejak kecil, ia menjawab
ingin menjadi dokter. Ketika kecil
dulu, ia sangat kagum melihat
tetangganya yang seorang dokter.
Dokter muda dari Banjarmasin
bernama Sanusi Galib itu bertugas
di Sumedang bersama istrinya
yang merupakan adik bungsu Bung
Hatta. Saat Sumedang dikepung
tentara Belanda, keluarga Popong
dan keluarga dokter itu mengungsi,
karena tak mau bekerja sama
dengan Belanda.
Sang dokter begitu peduli mem-
bantu mengobati para pengungsi.
Dulu dengan mengalungkan stetes-
kop, para dokter biasanya keliling
kampung untuk memonitor kese-
hatan warga tanpa pamrih. Sebuah kenangan yang selalu tersimpan. terlalu jauh untuk anak perempuan
profesi yang sangat mulia di mata Nostalgia masa kecil dan remaja tinggal di Jakarta,” ungkap Popong,
Popong kecil. Ia pun ingin seperti di dua kota tersebut, tak pernah mengutip pernyataan ayahnya.
dokter yang dilihatnya itu. “Kata terlupakan. Prestasi dan cita- Sang ayah lalu menyarankan agar
ayah saya, kalau mau jadi dokter, ni- cita pernah terukir di dua kota kuliah di Bandung saja. Sebagai
lai ilmu pastinya harus bagus. Jadi, itu. Pun, masa-masa sulit ketika anak perempuan yang taat pada
saya belajar sungguh-sungguh su- pemerintahan kolonial masih orangtua, Popong pun menerima
paya bisa menjadi dokter,” akunya, berkuasa, pernah pula dirasakan nasihat itu dan harus mengubur
mengenang nasihat sang ayah. Popong. cita-citanya menjadi dokter.
Waktu pun berlalu. Tahun 1951, Mengubur Cita-cita “Walau hati sebenarnya berat
setamat SR, Popong melanjutkan ke menerima keputusan orangtua,
SMP di Sumedang. Prestasi belajar Menjadi dokter adalah idamannya tapi zaman dahulu kita nggak
Popong kian cemerlang di SMP. sejak kecil. Penguasaan ilmu pasti berani melawan orangtua. Jadi,
Semua mata pelajaran dia sukai, sebagai syarat masuk Fakultas ya sudahlah. Tapi, akhirnya malah
kecuali pelajaran menggambar. Kedokteran (FK) sudah ia kuasai. jadi menantu dokter,” kilahnya,
Nilai bahasa Inggris mendapat 10. Popong ingin mengabdi untuk tersenyum. Lulus SMA tahun 1957,
Bahkan, ia dinobatkan menjadi masyarakatnya sebagai dokter. Popong akhirnya kuliah di Fakultas
bintang pelajar di sekolahnya. Sebuah cita-cita yang mulia. Ekonomi (FE) UNPAD. Dan saat
Karena prestasinya itu, Popong Selepas tamat SMP, Popong sudah itu FK ternyata sudah dibuka di
pernah menerima hadiah uang menguatkan niat masuk FK. UNPAD. Namun, Popong tetap tak
sebesar Rp50 dari Gubernur Jawa bisa mendaftar, karena lulusan SMA
Barat saat itu, Sanusi Harjadinata. Saat Popong masih duduk di SMP, Negeri 5 Bandung tak bisa masuk FK
Nilai uang yang sangat besar ketika belum ada FK di UNPAD Bandung. UNPAD.
itu. FK hanya ada di UI Jakarta waktu itu.
Sang ayah sangat mengkhawatirkan Tahun pertama kuliah di FE
Ketika memasuki jenjang SMA, putrinya ini bila harus tinggal di UNPAD, tak membuat Popong
Popong muda hijrah ke Bandung, Jakarta seorang diri, jauh dari semangat mengikuti perkuliahan.
karena di Sumedang belum ada keluarga. Apalagi tak ada sanak Ia tampak tak menyukai bidang
SMA. Ia melanjutkan sekolah di famili yang tinggal di Ibu Kota. ekonomi. Popong berusaha terus
SMA Negeri 5 Bandung, tahun Karena persoalan jauh dari keluarga mengikuti perkuliahan. Sampai
1954. Pelajaran bahasa Inggris, inilah, sang ayah menasihati Popong di tingkat 2, akhirnya ia tak kuasa
bahasa Indonesia, maupun bahasa untuk mengurungkan niatnya juga untuk minta berhenti pada
Jerman sangat disukai Popong. belajar ilmu kedokteran di Jakarta. ayahnya. Lalu, mendaftar kembali
Kecemerlangan prestasi Popong di FKIP UNPAD tahun 1959 dengan
terus berlanjut. Ia tetap menjadi “Pong, kalau kamu ingin menjadi memulai perkuliahan baru. Kali
siswa terbaik di sekolahnya. dokter, fakultas kedokteran itu hanya ini, ia tampak mulai menikmati
ada di Jakarta. Nanti kalau di Jakarta perkuliahannya. Waktu itu, FKIP
Antara Bandung-Sumedang ada tinggal dengan siapa. Rasanya baru dibuka di UNPAD.
PARLEMENTARIA EDISI 117 TH. XLIV, 2014 55