Page 53 - MAJALAH 110
P. 53
Menjual Agar-Agar dan Es Blewah
Meski dilahirkan di sebuah kam-
pung kecil di Kabupaten Batubara,
Sumatera Utara, namun bisa di-
katakan masa kecil Irgan dihabiskan
di Kota Medan. Pasalnya sejak usia
tiga tahun untuk mendapat peng-
hidupan dan pendidikan yang lebih
layak, kedua orangtua Irgan hijrah
ke ibukota Sumatera Utara itu.
Sebagai seorang sulung dari
sembilan bersaudara, jiwa leader-
ship Irgan sudah terbentuk secara
otodidak. Namun tentu tidak semua
orang mampu mengasah karunia
Illahi tersebut. Untungnya, Irgan
tergolong sulung yang bisa mem-
posisikan dirinya sebagai panutan
kedelapan adiknya. Ia tak kuasa
bertopang dada melihat kerepotan
kedua orangtuanya mencari nafkah,
merawat kesembilan anaknya plus
mengerjakan seluruh pekerjaan
rumah tanpa bantuan seorang pem- “Saya tidak malu menjalankan Garis Politik Berbeda dengan
bantu. semua itu, selagi halal akan tetap Sang Ayah
saya jalani,”aku Irgan.
Tak heran jika sejak kecil Ir- Buah jatuh tak jauh dari pohon-
gan terbiasa mengerjakan peker- Memasuki usia Sekolah Mene- nya, di usia remaja Irgan mengikuti
jaan rumah. Mulai dari menyapu, ngah Atas (SMA) sang bunda tak jejak sang ayah yang aktif dalam
mengepel, cuci piring, bahkan tak mengijinkannya melakoni semua berbagai organisasi. Baik itu organi-
jarang mencuci baju dan memasak itu. Namun disaat bersamaan sang sasi di sekolah, maupun organisasi
pun ia lakoni. Sama sekali tidak ter- ayah mulai mendidiknya berlaku se- kepemudaan di lingkungan rumah-
lontar dari bibirnya keluhan, apalagi bagai pemimpin. Ia dilibatkan dalam nya. Bahkan, demi terus mengasah
amarah usai melakukan semua pe- berbagai diskusi keluarga, baik yang jiwa aktivisnya, ia sengaja memilih
kerjaan tersebut. Bahkan kini hal menyangkut nasib keluarga maupun fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
tersebut ia syukuri. Konon, karena hal yang lebih luas lagi. Untuk hal ini di Universitas Medan Area (UMA)
kebiasaan ringan tangan di rumah ia sangat bersyukur karena dengan sebagai tempatnya menimba ilmu.
itu secara tak langsung memben- begitu mengasah pola pikirnya sejak
tuk pribadi Irgan menjadi kuat dan dini. Berstatus sebagai mahasiswa jiwa
penuh perjuangan. organisasi Irgan semakin membara.
Terlebih lagi, ketika itu ayah Irgan, Ia pun tergabung dalam HMI (Him-
Tidak berhenti sampai disitu, ke- Chairuddin Nur menjadi aktivis dari punan Mahasiswa Islam) Medan.
tika SMP, siang hari sekembalinya partai politik yang cukup berkuasa Saat inilah muncul jiwa pemberon-
dari sekolah di SMP Taman Harapan, di jaman orde baru. Sering kali ia tak. Ia tidak puas dengan kondisi
Medan Timur Irgan langsung ber- se ngaja mengikuti berbagai per- negara dan bangsa yang harus se-
ganti pakaian untuk kemudian men- temuan politik yang digelar sang lalu mengikuti apa kata sang pengu-
jajakan kue agar-agar yang telah ayah di rumahnya. Ia mengamati asa. Sementara di sisi lain sang ayah
disediakan sang bunda. Setelah kue semuanya yang terjadi dalam per- yang seorang PNS (Pegawai Negeri
yang dijajakannya laku dan pundi- temuan itu. Dari karakter masing- Sipil) yang juga seorang aktivis par-
pundi rupiah pun berhasil dikum- masing individu yang terlibat dalam tai berkuasa ketika itu jelas tidak se-
pulkannya, ia kembali ke rumah dan pertemuan itu, topik atau bahasan jalan dengan pemikiran sang anak.
menyerahkan seluruh hasil jualan- serta bagaimana pengambilan Disinilah muncul pertentangan.
nya ke sang bunda. Begitupun ke- keputusan atau solusi dari perma-
tika bulan suci Ramadhan tiba, sore salahan yang tengah dibahas. “Ayah saya ketika itu Ketua KPPS
hari Irgan telah siap untuk menja- partai berkuasa, dan saya sendiri
jakan es blewah buatan sang bunda sebagai anggota HMI Medan me-
di depan rumah. milih menjadi saksi pemilu untuk
PARLEMENTARIA EDISI 110 TH. XLIV, 2014 53

