Page 54 - MAJALAH 110
P. 54
Partai Persatuan Pembangunan
(PPP). Ayah saya tidak suka dengan
keputusan saya itu. Ayah khawatir
dengan segala resiko yang kemung-
kinan akan timbul dari keputusan
saya tersebut,” kisah pria kelahiran
24 September 1963 ini.
Untungnya berkat didikan sang
ayah jualah, hingga akhirnya de-
ngan segala argumentasinya Irgan
berhasil melobi dan meyakinkan
sang ayah. Ia yakin dengan niat yang
baik untuk membawa perubah an
pada bangsa dan negara, apa yang
ditakutkan tidak akan terjadi. Jika
pun kemudian hal itu terjadi, Irgan
meyakini itu sebagai sebuah takdir
Illahi. Pasalnya, meski darah yang
mengalir dalam dirinya sama, na-
mun garis politik ayah dan anak ti-
daklah harus selalu sama. Saat sang Merantau Ke Ibukota buah organisasi non profit, maka
ayah menjadi KPPS di sebuah par- untuk menyambung hidup di ibu-
pol, Irgan malah memilih menjadi Sehari setelah kelulusannya itu Ir- kota dengan sembunyi-sembunyi
saksi untuk partai lainnya. gan memutuskan hijrah ke Ibukota Irgan melakoni berbagai profesi.
Jakarta. Ia menanggalkan impi- Sore hingga malam hari ia menjadi
Jika saat ini banyak aktivis maha- annya untuk dapat bersanding ber- kondektur metromini jurusan Rawa-
siswa yang menjadi “mahasiswa aba- sama teman-temanya dalam sebuah mangun-Senen. Bahkan lewat iklan
di” karena selalu menomor duakan acara wisuda. Baginya, wisuda ha- lowongan pekerjaan yang ia baca
perkuliahan, hal itu tidak berlaku nyalah perayaan semata, yang ter- dari salah satu suratkabar, Irgan
bagi Irgan. Putra dari pasangan penting dari itu adalah bagaimana ia pun sempat melamar menjadi sales
Chairuddin Chair dan Rohani Chair menyongsong masa depan dengan peralatan masak.
ini merasa tugas dan kewajiban uta- modal ijazah S-1 yang telah berhasil
manya sebagai seorang anak adalah diraihnya. “Saat itu yang ada dalam pikiran
membanggakan kedua orangtuanya saya hanya bagaimana caranya agar
dengan membawa gelar sarjana. Te- Bagi kedua orangtuanya keputus- saya dapat makan dan bertahan di
pat tanggal 2 Mei 1989 Irgan berha- an Irgan untuk hijrah ke ibukota ibukota. Bagi seorang perantau pan-
sil memboyong ijazah sarjana untuk dimana tidak ada sanak saudara tang pulang sebelum sukses,” ung-
kedua orangtua nya. merupakan keputusan yang terbi- kapnya.
lang nekat. Tapi lagi-lagi ia memberi
kebebasan kepada si sulung untuk Bermodal Nekat
menentukan jalan hidupnya sen-
Jika saat ini diri. Keduanya yakin, dengan modal Dengan latarbelakang karir organi-
ijazah, kemampuan, kemandirian sasinya di HMI melenggangkan lang-
banyak aktivis dan agama yang diajarkannya sejak kah Irgan untuk masuk ke sebuah
mahasiswa yang kecil, Irgan dapat melawan kerasnya partai politik berbasis Islami. Tak di-
kehidupan ibukota. Hingga tak ada nyana, saat mengikuti sebuah pena-
menjadi mahasiswa jalan lain bagi Chairuddin dan Ro- taran P4, ia bertemu dengan seorang
hani selain memberikan restu bagi aktivis perempuan bernama Warda-
abadi karena selalu sang sulung untuk merantau ke Ja- tun Niam. Awalnya diakui Irgan tidak
menomor duakan karta. ada sesuatu yang spesial dalam diri
perempuan tersebut. Namun Allah
perkuliahan, hal itu HMI di bilangan Menteng, tepat- mempersatukan dua insan.
Dengan berbekal alamat kantor SWT memiliki seribu cara untuk bisa
tidak berlaku bagi nya di Jalan Diponegoro, Jakarta
Irgan. Pusat, Irgan menjajal peruntungan Witing tresno jalaran seko ku-
di Ibukota. Bahkan di kantor HMI lino peribahasa jawa untuk meng-
itu jualah menjadi tempat bernaung gambarkan cinta tumbuh karena
bagi Irgan. Sadar bahwa HMI itu se- terbiasa bersama itu akhirnya juga
54 PARLEMENTARIA EDISI 110 TH. XLIV, 2014