Page 17 - MAJALAH 113
P. 17

TULUS ABADI, Ketua Bidang Hukum, Advokasi dan Komunikasi Media Komnas Pengendalian Tembakau.

                     KESALAHAN SEJARAH


                             HARUS DIKOREKSI






                        enapa Hari Tanpa Tembakau bukan
                        Hari Tanpa Rokok? Ini soal terminologi
                        saja karena istilah tembakau itu kan dari
                        tobacco kalau diluar negeri itu cigarette.
              KNah masalah tembakau itu bisa juga dari
            sisi hilir dan hulu sehingga penting menggunakannya
            agar konprehensif.

              Ada agenda tersembunyi perusahaan farmasi
            dunia ingin menguasai kepentingan bisnis nikotin
            dibalik peringatan Hari Tanpa Tembakau? Itu tidak
            masuk akal dari sisi logika, karena di seluruh dunia tidak
            laku itu rokok-rokok sintetis, elektrik, rokok tanpa asap.
            Statement itu kan datang dari buku Wanda Hamilton
            yang diseponsori justru oleh industri rokok. Orangnya
            malah meninggal karena kanker yang disebabkan rokok.
            Jadi klaim itu tidak punya dasar logika yang jelas.

              Petani tembakau merasa diperlakukan tidak adil
            sebagai anak bangsa? Yang tidak adil itu dimananya,
            apanya karena toh kita tidak melarang mereka
            menanam tembakau. Tidak melarang petani tembakau
            menjual tembakau, jadi kalau menyatakan tidak adil
            dimananya. Justru pertanyaan utama adalah kenapa
            petani tembakau diperlakukan tidak adil oleh industri
            rokok. Justru kita mencatat petani tembakau ditindas
            habis oleh industri rokok besar. Kalau kita bicara UU
            tentang  Kesehatan,  PP  Tentang  Tembakau  semua  kemauan  mereka  semua,  kalau  regulasi  itu  harus
            mengatakan tembakau itu zat adiktif karena memang  mengikuti kemauan mereka semua tidak perlu ada
            dari sononya karena tembakau itu memang zat adiktif.  regulasi. Masalah rokok itu bukan hanya etika merokok.
                                                               Sekarang saya tanya mana ada nikotin, zat adiktif yang
              Organisasi petani tembakau mengusulkan agar  paling tinggi itu diiklankan. Di Eropa iklan rokok itu
            ada ruang untuk melindungi seperti Kuba yang  sudah dilarang sejak tahun 60-an, di Amerika sejak
            berani mengatakan Cerutu bukan rokok atau India  1973.
            yang mengumumkan Bidis bukan rokok. Seharusnya
            kretek Indonesi juga diperlakukan begitu?            Petani  Tembakau  yang  sudah  terlanjur  eksis?
            Keistimewaan apa lagi karena rokok di Indonesia itu  Kenapa  harus  petani  tembakau  yang  difikirkan,
            rokok dalam bentuk apapun sudah mendapat perlakuan  persoalan rokok bukan hanya petani tembakau. Mereka
            istimewa, boleh beriklan, boleh berjualan bebas. Ini  tidak perlu khawatir karena tidak ada satupun regulasi
            adalah kesalahan sejarah yang harus dikoreksi. Yang  yang melarang mereka menanam dan menjual hasil
            namanya zat addictive, benda yang dikenai cukai tidak  produksi mereka. Kekhawatiran mereka itu cenderung
            ada diseluruh dunia yang begitu mudah penjualannya,  karena diprovokasi industri.
            harus dibatasi. Cukai itu fungsinya membatasi penjualan
            dan konsumsi. Indonesia itu sudah surga bagi industri   Penjualan kretek yang khas Indonesia sekarang
            rokok.                                             cendrung menurun, bahkan sejumlah pabrik di
                                                               tutup. Bagaimana? Itu data versi mana karena saat ini
              Petani Tembakau mengatakan etika merokok  di Indonesia pertahun memproduksi 361 miliar batang
            harus diatur ketat, bagaimana? Lha apa kita mengikuti  yang 90 persennya adalah rokok kretek. Trennya naik


                                                                             PARLEMENTARIA  EDISI 113 TH. XLIV, 2014  17
   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22