Page 20 - MAJALAH 113
P. 20
Achsanul Qosasih.
LAPORAN UTAMA
Semua yang berkaitan dengan perusahaan, karena bisa subyektif. Ke depan bisa juga
nanti diwakili oleh salah satu kelompok petani untuk
proses pertembakauan itu, mulai dari menentukan grade tembakau itu. Dengan demikian
penanaman sampai kepada produksi, maka putusan kelas tembakau itu menjadi objektif,” ka-
termasuk soal cukainya, nah itu tanya.
yang ingin kita atur. Dan harus kita Di samping itu, lanjut dia, soal harga tembakau. Hal
akui dalam pengaturan itu, terjadi itu kata Sunardi, harus ditentukan oleh petani tem-
perdebatan yang sangat luar biasa, bakau, dan itu harus jauh sebelumnya ditentukan se-
hingga tidak terjadi ada kerugian dari para petani ketika
sudah panen tembakau karena dijual dengan harga mu-
rah karena kesewenangan perusahaan. Masalah neraca
perdagangan tembakau juga menjadi perhatian Sunardi
Ayub, menurut dia, dari keterengan pemerintah impor
tembakau itu mencapau 70 persen, sementara tem-
bakau hasil petani hanya digunakan 30 persen. Ïni kan
lucu, masa impor petani asing lebih banyak dari petani
kita sendiri. Kapan kita menjadi tuan rumah di negara
kita sendiri?” katanya.
Lalu apakah dengan adanya RUU ini, nantinya akan
ada mengenai pembatasan penggunaan tembakau?
Sunardi menilai, tembakau harus menjadi komoditi pri-
madona di negara ini. Tembakau, kata dia tidak hanya
untuk rokok, berdasarkan penelitian di Jepang, Sunardi
mengatakan tembakau bisa menjadi obat. ”Kenapa ti-
dak itu kita kembangkan. Lalu industri rokok kita ini, kan
seperti negara Kuba, dimana Kuba ciri khasnya adalah
cerutu. Kalau di kita kan ciri khasnya kretek, harusnya
itu menjadi ciri khas negara kita, seperti Kuba yang ter-
kenal cerutunya. Ini kan harus kita lestarikan, jangan
disia-siakan jangan dibumi hanguskan,“ ujarnya.
Pro kontra RUU Tembakau ini juga menyinggung soal ke-
sehatan, sebagaian kalangan menilai RUU ini bermaksud
Ia mengatakan pada prinsipnya DPR ingin mencari menjegal dampak kesehatan tembakau atau rokok yang
aturan regulasi pertembakauan yang lebih kompre- sudah tertera didalam UU Kesehatan No 36 tahun 2009
hensif, yaitu bagaimana mengakomodir seluruh kepen- yang menyatakan bahwa tembakau adalah bahan adiktif.
tingan, baik kepentingan yang paling dominan yakni Dalam salah satu pasal RUU Tembakau terdapat pernyata-
petani tembakau, kalangan industri dan buruh. “Semua an yang mengeliminir pasal ini di UU Kesehatan ini.
yang berkaitan dengan proses pertembakauan itu, mu-
lai dari penanaman sampai kepada produksi, termasuk Sunardi Ayub memastikan bahwa masalah kesehatan
soal cukainya, nah itu yang ingin kita atur. Dan harus juga diatur dalam RUU ini. Misalnya saja soal pemberian
kita akui dalam pengaturan itu, terjadi perdebatan yang sanksi bagi orang yang merokok di depan perempuan
sangat luar biasa,”ujarnya. hamil dan anak-anak. Termasuk, tempat dimana orang
boleh merokok dan tempat yang tidak boleh merokok.
Tak bisa dipungkiri, meski masalah tembakau dari Namun persoalannya apakah semua orang mau me-
aspek kesehatan mengganggu. Namun dari segi kon- naati aturan larangan itu. “Jangankan merokok yang
tribusi terhadap penerimaan negara, hal itu sangat menjadi kebutuhan. Antri di airport saja susah, merasa
signifikan. Jadi wajar, jika RUU Pertembakauan ini men- jadi gubernur atau bupati jadi bisa langsung seenaknya
jadi tumpuan para petani dan industri rokok. Menurut main ‘selang’,” katanya.
Sunardi, RUU Pertembakauan ini titik tekannya adalah
kepada para petani tembakau, bagaimana mengatasi Menurut Sunardi Ayub, mestinya sesering apapun hu-
agar dalam proses penanaman tembakau petani tidak kuman itu kalau budaya bangsa betul-betul taat aturan
mengalami kesulitan, serta menyangkut soal klasifikasi dan memiliki punya kesadaran yang tinggi, tidak perlu
tembakau pada saat masuk ke perusahaan, terkait jenis ada aturan yang mengatur soal itu. “Tapi semangatnya,
tembakau. siapa tahu dengan sanksi yang kita berikan itu dalam RUU
ini, masyarakat akan jera dan kemudian membuat disiplin
“Jadi tidak lagi di dominasi petugasnya hanya orang masyarakat kita,” ujarnya. (nt) foto: naefurodjie, dok/parle/hr.
20 PARLEMENTARIA EDISI 113 TH. XLIV, 2014