Page 27 - Stabilitas Edisi 211 Tahun 2025
P. 27

idak semua orang harus    jumlah ketersediaan unik rumah     penyediaan rumah meskipun digunakan
                  memiliki rumah, tapi semua   layak huni yang dapat ditinggali   untuk sewa, harus memperhatikan
                  orang harus memiliki akses   oleh masyarakat, termasuk rumah   standar kelayakan hunian rumah.
          Tterhadap perumahan yang          sewa. Hal ini menunjukkan bahwa       Dalam satu dekade terakhir jumlah
          layak. Akses perumahan yang layak setali   bila ada rumah yang tersedia untuk   rumah tangga yang memiliki rumah
          dengan kebutuhan pangan dan sandang   disewa, kendati rumah tersebut tidak   sendiri meningkat dari 82,63 persen
          yang menjadi kebutuhan dasar warga   dimiliki oleh individu atau keluarga   (2015) menjadi 84,95 persen (2024).
          negara. Peran pemerintah sangat vital di   yang menempatinya, berarti tidak   Sedangkan jumlah rumah tangga yang
          sini sebagai entitas yang diberi amanah   masuk dalam perhitungan backlog.   menyewa rumah untuk tempat tinggal
          untuk mengurusi warga negara.     Namun, Badan Pusat Statistik (BPS)   mereka menurun dari 8,06 persen di
            Hal ini sejalan dengan pesan    berpendapatan berbeda, bahwa             2015 menjadi 5,06 persen di
          konstitusi dasar Indonesia, Undang­  semua rumah yang ditempati            2024. Di sisi lain, jumlah rumah
          Undang Dasar 1945. Pada Pasal 28 H   oleh suatu keluarga, sekalipun        tangga dengan status rumahnya
          Ayat 1 disebutkan bahwa, ”Setiap orang   dalam status menyewa, tetap       masuk kategori lain (seperti
          berhak hidup sejahtera lahir dan batin,   dianggap sebagai backlog.        dinas, menumpang) meningkat
          bertempat tinggal, dan mendapatkan   Perbedaan definisi ini                0,60 persen dari 9,29 persen
          pelayanan kesehatan”. Pasal ini   mengarah pada setiap orang               menjadi 9,99 persen pada rentang
          menyiratkan bahwa negara berkewajiban   tidak perlu memiliki rumah, lebih kepada   waktu yang sama. Informasi lebih lanjut
          untuk memenuhi kebutuhan perumahan   akses perumahan yang terjangkau dan   terdapat pada Gambar 1.
          rakyat yang terjangkau, layak huni   layak huni (definisi Kementerian PUPR).   Belum semua hunian rumah tangga di
          dan memenuhi standar kesehatan    Tafsir kedua mengenai setiap orang atau   Indonesia memiliki standar layak. Apabila
          lingkungan.                       warga negara berhak memiliki rumah   dilihat dari tiga aspek kelayakan yakni
                                            sendiri secara terjangkau dan layak huni   atap terluas, dinding terluas, dan lantai
          Backlog                           yang mengacu pada definisi BPS.    terluas; maka pada 2024 poin dinding
            Permasalahan akses perumahan       Merujuk pada urgensitas atas    terluas menjadi aspek yang paling banyak
          di Indonesia bisa dilihat dari    kebutuhan papan, maka definisi     dicapai oleh tempat tinggal rumah tangga
          backlog.  Backlog perumahan merupakan   Kementerian PUPR adalah definisi   di Indonesia sebesar 96,99 persen. Angka
          ukuran antara kesenjangan antara   yang tepat. Secara fakta, tidak semua   ini berarti bahwa 96,99 persen hunian di
          kebutuhan dan pasokan rumah.      orang mampu bisa membeli rumah di   Indonesia sudah memiliki dinding terluas
          Pemerintah mencatat pada tahun    awal mereka bekerja. Opsi menyewa   yang menjadikan hunian layak huni.
          2024, terdapat kurang lebih backlog   adalah sebuah keniscayaan. Dari sini,   (Gambar 2)
          perumahan sebanyak 12,7 juta rumah.   Gambar 1 Status Kepemilikan Hunian oleh Rumah Tangga
          Sebagai respons atas persoalan ini,
          pasangan Prabowo Subianto dan     di Indonesia 2015-2024
          Gibran Rakabuming Raka meluncurkan
          program 3 Juta Rumah yang menjadi
          bagian dari agenda besar mereka untuk
          meningkatkan kesejahteraan rakyat.
            Terkait data backlog, terdapat
          perbedaan definisi antara Badan Pusat
          Statistik (BPS) dan Kementerian
          Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
          (Kementerian PUPR). Badan Pusat
          Statistik menekankan mengenai status
          kepemilikan sedangkan Kementerian
          PUPR menekankan pada kelayakan huni
          sebuah rumah.
            Menurut BPS, semua rumah yang
          ditempati rumah tangga, meskipun
          dengan status menyewa, dianggap
          sebagai backlog. Sedangkan Kementerian
          PUPR mendefinisikan backlog sebagai   Sumber :Badan Pusat Statistik, 2024


                                                                              www.stabilitas.id   Edisi 211 / 2025 / Th.XX 27
   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31   32