Page 27 - Stabilitas Edisi 189 Tahun 2022
P. 27
posisi Indonesia mulai membaik. mudahnya terjadi kebocoran data
Menurut Izzudin Al Farras Adha, di Indonesia adalah pemahaman
peneliti Indef, kelemahan keamanan data yang masih rendah masyarakat akan
di Tanah Air setidaknya terihat dari tiga pentingnya data. Berdasarkan survei
faktor. yang dilakukan Kompas di 34 Provinsi
Pertama terletak pada level di Indonesia, dari seribu orang yang
keberadaan regulasi keamanan data. disurvei, hampir separuhnya tidak
Saat ini, menurut Farras, aturan menyadari pentingnya keamanan data
soal keamanan data hanya pada pribadi dalam aktivitas digital. Sebanyak
setingkat peraturan menteri, yakni 46,5 persen responden tidak tahu dan
Permenkominfo Nomor 20/2016 tentang tidak menyadari aktivitas daring, seperti
Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem browsing, belanja, dan aktivitas di media
Elektronik. Dampaknya, sanksi hanya sosial lainnya, merupakan sumber data
bisa dijatuhkan secara administratif, yang penting.
tidak bisa secara pidana. Namun demikian bukan berarti
Kelemahan kedua ada pada hal terkait bahwa pihak pelaku usaha jasa keuangan
tata kelola data. “Tata kelola data di tidak memiliki peran dalam munculnya
indonesia tidak sesuai dengan tata kelola banyak keresahan masyarakat terkait
data yang jamak diimplementasikan pencurian data. Kondisi itu bisa dilihat
di berbagai negara di dunia. Misalnya, dari banyaknya pengaduan konsumen
adanya kewajiban “wali data” bagi terkait jasa keuangan. Tren pengaduan
setiap instansi yang mengumpulkan dan konsumen jasa keuangan selalu menjadi
mengelola data publik. Hal ini belum yang tertinggi sejak lima tahun terakhir Tulus Abadi
ada di indonesia dan sebagian instansi hingga 2021. Menurut catatan Yayasan
belum memiliki tata kelola data yang baik Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Konsumen sulit
tersebut,”jelas Farras. pengaduan terkait pinjaman online
Kelemahan ketiga soal infrastruktur menjadi yang terbesar pada 2021 disusul melakukan
teknologi informasi. Ketersediaan belanja online dan bank. pembuktian bahwa
infrastruktur IT yang masih belum “Konsumen sulit melakukan
seragam antar strata sosio-ekonomi pembuktian bahwa data pribadi mereka data pribadi mereka
(tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, bocor oleh pelaku usaha. Sebaliknya bocor oleh pelaku
dll) dan antar daerah (antar pulau, pelaku usaha sering menuduh
antar provinsi, antar desa-kota, dll), konsumen yang lalai dalam menjaga usaha. Sebaliknya
kata Farras, menyebabkan akses yang data pribadinya dengan memberikan pelaku usaha sering
berbeda antar tingkatan tersebut. Salah OTP (One Time Password) pada pihak
satu penyebabnya adalah karena luasnya lain,” jelas Tulus Abadi, Ketua Pengurus menuduh konsumen
wilayah indonesia berdampak pada Harian YLKI. yang lalai dalam
biaya pembangunan infrastruktur IT Kondisi itu dipersulit lagi dengan
yang mahal di berbagai daerah. Biaya adanya klausul dalam setiap perjanjian menjaga data
pembangunan yang mahal berimplikasi dengan pelaku usaha bahwa kelalaian pribadinya dengan
pada masih timpangnya kualitas IT di atau kebocoran data pribadi menjadi memberikan otP
Indonesia. “Indonesia perlu melakukan tanggung jawab nasabah atau konsumen.
percepatan pembangunan infrastruktur “Posisi konsumen tetap lemah, meskipun pada pihak lain.
IT seperti teknologi 5G, cloud, dan yang diretas adalah justru system dari
lainnya selain juga pada peningkatan perusahaannya,” kata Tulus.
kapasitas SDM di bidang IT,” tambah Karenanya, dia menyarankan
Farras. klausula baku tersebut untuk segera
direvisi agar lebih customer oriented. Dan
Customer Oriented hal ini harus jadi perhatian serius pada
Selain sistem keamanan yang saat payung hukum perlindungan data
terhitung masih lemah, faktor lainnya pribadi sedang dalam pembahasan di
yang diperkirakan menjadi penyebab parlemen.*
www.stabilitas.id Edisi 189 / 2022 / Th.XVIII 27

