Page 29 - Stabilitas Edisi 189 Tahun 2022
P. 29
dan juga media mainstream tidak
sepi memberitakan perihal pinjaman
online yang menyengsarakan tersebut.
Soal data yang nasabah yang beredar
bahkan sudah sampai pada tahap yang
mengkhawatirkan.
Dari sebuah unggahan di media
sosial disebutkan bahwa nomor
kontak si nasabah bisa dengan mudah
beredar ke pihak lain. Tidak cukup
dengan itu, nomor kontak yang ada di
telepon genggam nasabah pun banyak
yang bocor. Wajar saja jika beberapa
tahun belakangan ada ratusan ribu
data pelanggan dari beberapa aplikasi
pinjaman online dan juga jualan online
yang beredar di dunia maya, dijual oleh
penjahat siber.
Menurut salah satu pemilik aplikasi,
kejadian banyaknya kebocoran data
disebabkan oleh masih rendahnya literasi
keuangan terutama soal data pribadi Tulus Abadi
dari warga negara. Survei Otoritas Jasa
Keuangan pada 2019 menyebutkan
tingkat inklusi keuangan itu sudah ini dikarenakan
diangkat 76 persen, tetapi literasinya
masih di angka 38 persen. yang dibobol adalah
“Inilah loop holes yang menjadi platform-nya atau
peluang bagi para fraudster
menggunakan data dengan segala macam sistemnya. Pelaku
cara untuk melakukan transaksi ilegal usaha seringnya
ra digital memang membawa atas nama orang lain. Ini adalah suatu
banyak kemudahan bagi kondisi yang memang kami selaku malah menganggap
nasabah dan masyarakat. praktisi keuangan banyak temui,” konsumen yang lali
ETetapi beragam kemudahan jelas Efrinal Sinaga, Presiden Direktur
itu memiliki sisi gelap yang tidak pernah Akulaku Finance dalam Virtual Seminar karena memberikan
dibayangkan banyak orang sebelumnya. LPPI medio Agustus 2022 lalu. data pribadinya
Banyaknya aplikasi yang beredar untuk Menurut dia ada beberapa hal
menawarkan pinjaman dan kemudahan yang harus dilakukan untuk menjamin melalui pemberian
pembayaran, ternyata membawa risiko keamanan data nasabah. Pertama, otP pada pihak
tersendiri bagi penggunanya. bagaimana sebagai pelaku industri lain.
Terkait aplikasi pinjam meminjam, keuangan harus bisa memberikan
risiko yang paling sering terbit adalah edukasi yang memadai sehingga antara
biaya administrasi dan bunga yang tingkat literasi dengan inklusi, gap-nya
tinggi serta menjerat sehingga membuat bisa dipersempit.
nasabah kesulitan mengembalikan. “Jadi ada gap di antara inklusi dan
Yang tidak kalah menyeramkan adalah literasi masih fifty-fifty. Kita berharap
data pribadi nasabah dengan mudah mudah-mudahan dengan gencarnya kami
dipindahtangankan dan beredar, bahkan di industri keuangan yang secara terus-
ada yang dijual. menerus melakukan sosialisasi untuk
Tidak mengherankan jika dalam literasi keuangan, sebisa mungkin tahun
lima tahun terakhir jagad media sosial 2024 nanti tingkat inklusi sudah bisa
www.stabilitas.id Edisi 189 / 2022 / Th.XVIII 29

