Page 69 - Stabilitas Edisi 210 Tahun 2025
P. 69
raktik layanan keuangan
digital yang makin meluas
mulai merepotkan pelaku
Pindustri keuangan. Keterkaitan
antara lembaga finansial membuat
nasabah yang memiliki masalah pada
lembaga keuangan digital menjadi
perhatian lembaga keuangan utama.
Berdasarkan data Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), terdapat 22 dari 97 JIKA SESEORANG
perusahaan fintech lending atau 22,68 TERJERAT PINJOL,
persen dari total pelaku industri memiliki
tingkat wanprestasi (TWP90) di atas LALU MASUK DAFTAR
5 persen per September 2024. Namun HITAM SISTEM
demikian, rasio angka kredit macet di LAYANAN INFORMASI
pinjol relatif turun yakni menjadi 2,38
persen dari 2,82 persen pada periode KEUANGAN OTORITAS
yang sama tahun lalu. JASA KEUANGAN (SLIK
Ekonom dan Direktur Ekonomi
Digital Center of Economic and Law OJK), MAKA YANG
Studies (Celios), Nailul Huda menilai BERSANGKUTAN TIDAK
ada tiga hal yang mempengaruhi masih
banyaknya penyelenggara fintech yang DAPAT MENGAJUKAN Budi Herawan, Ketua Asosiasi
berkutat pada masalah kredit macet. (PEMBELIAN Asuransi Umum Indonesia (AAUI)
“Pertama adalah credit scoring yang
digunakan belum mampu menunjukkan KENDARAAN
kemampuan bayar yang sebenarnya dari BERMOTOR).
calon borrower (peminjam),” kata Huda.
Selama ini, Huda mengatakan,
penghitungan credit scoring di sektor
produktif masih menggunakan data
alternatif. Oleh sebab itu, diharapkan
integrasi dengan Sistem Layanan
Informasi Keuangan (SLIK) OJK oleh
pemain fintech lending dapat segera
dilakukan. Hal tersebut sebagai strategi
untuk penyaring debitur yang buruk. macet lebih tinggi. Dia mencatat data lending. Banyak platform fintech yang
Kedua, Huda menyebut, ketiadaan kredit macet untuk badan usaha juga memberikan pinjaman berdasarkan
opsi asuransi kredit sektor produktif mengalami peningkatan dan secara algoritma cepat tanpa analisis mendalam
juga menjadi penyebab. Padahal, saat agregat lebih dari 5 persen. Sedangkan terhadap kemampuan bayar peminjam.
ini sebagian besar debitur adalah pelaku untuk kredit macet perorangan mencapai Selain itu, Fenomena over-borrowing
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah 2 persen. “Artinya untuk sektor dapat memicu kedit macet di mana
(UMKM) karena plafon yang ditawarkan produktif mempunyai risiko yang lebih peminjam mengajukan pinjaman baru
maksimal Rp2 miliar. “Harusnya ada tinggi dibandingkan dengan sektor untuk melunasi pinjaman lama. Terlebih
opsi asuransi kredit dan dijadikan sebagai konsumtif. Hal ini yang menyebabkan lagi, sebagian besar peminjam berasal
salah satu value dalam credit scoring platform fintech lending lebih memilih dari kalangan yang belum sepenuhnya
serta ditampilkan di halaman borrower menyalurkan ke sektor konsumtif, selain memahami risiko dan kewajiban
sehingga lender bisa mengetahui apakah pangsa pasarnya juga lebih besar sektor keuangan.
calon borrowernya mempunyai asuransi konsumtif,” katanya.
atau tidak,” katanya. Namun di balik ketiga penyebab Dampak Kredit Macet
Ketiga, Huda melihat bahwa tersebut, ada hal yang mendasari Tingginya angkanya kredit macet ini
sektor produktif memiliki risiko kredit peningkatan kredit macet di fintech tentunya berdampak buruk bagi pelaku
www.stabilitas.id Edisi 210 / 2025 / Th.XIX 69

