Page 15 - Stabilitas Edisi 187 Tahun 2022
P. 15
menemukan momentumnya saat ini.
Bulan Mei lalu publik dikejutkan oleh
kejatuhan harga salah satu aset kripto
yang menelan dana-dana masyarakat
dalam jumlah fantastis.
Hal itu tentu memunculkan kembali
isu stabilitas dari mata uang kripto jika
nantinya digunakan secara luas sebagai
alat transaksi –saat ini baru sekadar
sebagai alat investasi. “Besarnya risiko
aset kripto dan digital aset lainnya ke
stabilitas keuangan, moneter, dan lebih
dari itu, ada risiko ke sistem keuangan
global. Termasuk, pembayaran lintas
batas dan perdagangan,” kata Gubernur
Bank Indonesia, Perry Warjiyo, beberapa
waktu lalu.
Memang klaim kestabilan mata uang
kripto menjadi kekhawatiran tersendiri
bagi otoritas moneter. Di samping juga
adanya risiko penggunaan aset itu untuk
pencucian uang hingga pendanaan aksi
terorisme. Ancaman-ancaman itu terus Perry Warjiyo
menghantui bank sentral di semua
negara. Besarnya risiko aset
Di Indonesia, boleh dibilang respons
otoritas moneter akan merebaknya kripto dan digital
mata uang kripto ini lebih cepat dari aset lainnya ke
erubahan, bisa dibilang perkembangan dari inovasi keuangan
adalah salah satu yang paling digital lainnya. Meski teknologi stabilitas keuangan,
dihindari oleh otoritas di mana blockchain sudah mengemuka sejak lima moneter, dan lebih
Ppun, kecuali jika perubahan tahun lalu, namun penggunaannya akhir-
yang berasal dari mereka. Maka dari akhir tedongkrak karena meningkatnya dari itu, ada risiko
itu, ketika ada perubahan yang massif praktik digital yang didorong oleh wabah ke sistem keuangan
dari luar mereka maka yang terlihat Covid-19.
oleh publik adalah keengganan untuk Lebih dari 15 tahun lalu, ketika Bank global. Termasuk,
merespons dengan alasan kehati-hatian. Indonesia ingin meluaskan pembayaran pembayaran
Namun demikian, soal perkembangan non tunai, dibutuhkan waktu bertahun-
aset-aset kripto yang terus meluas tahun hingga akhirnya bank mengadopsi lintas batas dan
penggunaannya dan meningkat teknologi sistem tersebut. Begitu pun perdagangan.
pamornya, bank sentral tidak bisa ketika, sekira lima tahun lalu, layanan
melakukan apa-apa lagi kecuali keuangan berbasis digital muncul dan
menanggapinya dengan serius. Sejak ramai dipakai orang, baru beberapa
tahun lalu, Bank Indonesia sudah masa kemudian BI merespons dengan
menyiapkan respons dari maraknya mengeluarkan aturan.
cryptocurrency dengan memunculkan ide Kini bisa jadi BI lebih tanggap ketika
untuk menerbitkan mata uang digitalnya mata uang digital makin diminati oleh
sendiri. orang banyak. Bank sentral tentu tidak
Keinginan untuk menerbitkan ingin telat dan pada akhirnya fenomena
Central Bank Digital Currency (CBDC) ini bisa mengganggu sistem moneter.
di tengah meningkatny minat pada Oleh karena itu BI terus bergerak dalam
aset digital yang sangat cepat memang senyap menyiapkan segala sesuatu
www.stabilitas.id Edisi 187 / 2022 / Th.XV 15

