Page 38 - Stabilitas Edisi 187 Tahun 2022
P. 38

RISET




          (proyeksi tahun 2021) menjadi 3,4 persen   Meski demikian, windfall ini tidak   pemangkasan pertumbuhan ekonomi
          pada proyeksi 2022. Angka proyeksi   sepenuhnya menguntungkan bagi negara   yang hampir merata diseluruh dunia
          ini lebih rendah dibandingkan dengan   pengekspor komoditas seperti Indonesia.   menjadi sinyal kuat bahwa stagflasi sulit
          rata-rata pertumbuhan ek0nomo negeri   Seperti diketahui, Indonesia menjadi salah   dihindari.
          berkembang (EMDE) periode 2011-2019   satu negara pengekspor komoditas, tetapi
          sebesar 4,8 persen. Gambar 1.     menganggung beban kenaikan komoditas   Stagflasi 1970
            Apabila dilihat detail per negara,   itu sendiri. Tanggungan ini berupa subsidi   Meski demikian, risiko stagflasi saat
          sebanyak 70 persen negara di dunia   bahan bakar minyak dan gas. Gambar 2.  ini lebih kecil dibandingkan dengan risiko
          proyeksi pertumbuhan ekonominya      Penyebab utama pemangkasan      stagflasi 1970. Terdapat beberapa alasan
          terpangkas. Persentase terbanyak   pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan   pertama jaringan informasi yang sudah
          terdapat di negara-negara maju yang   harga-harga yang disebabkan permintaan   terkoneksi hampir ke pelosok dunia.
          85 persennya mengalami proyeksi   yang meningkat dan pada saat yang   Seorang di Jakarta akan cepat mengetahui
          pemangkasan pertumbuhan ekonomi.   bersamaan ada gangguan pasokan suplai   apa yang terjadi di belahan bumi lainnya
          Sedangkan pda negara-negara EMDE,   global akibar konflik Ukraina-Rusia dan   semisal ada kejadian yang menyebabkan
          pemangkasan proyeksi pertumbuhan   lockdown China beberapa waktu lalu   rantai pasokan terhambat. Cepatnya
          ekonomi terjadi pada 65 persen negara.   yang menerapkan zero covid-19 policy.   informasi ini menjadikan pemangku
          Angka ini lebih rendah dibandingkan   Kenaikan harga-harga ini dibarengi   kebijakan dengan cepat melakukan
          dangan angka global.              dengan potensi inflasi yang disebabkan   mitigasi risiko dampak.
            Pada kelompok negeri berkembang   oleh pengetatan kebijakan moneter   Kedua adalah faktor “shock” tidak
          pengekspor komoditas, sekitar 57 persen   beberapa negara dunia,terutama Amerika   sebesar 1970. Pada tahun 1970, Arab
          anggotanya terkena pemangkasan    Serikat. Pengetatan ini bertujuan untuk   Saudi sebagai salah satu produsen
          pertumbuhan ekonomi, Sedangkan 37   mengendalikan inflasi.           minyak terbesar dunia secara mendadak
          persen mengalami kenaikan proyeksi   Memasuki April tahun 2022, negara-  memboikot penjualan minyak mentah
          pertumbuhan ekonomi. Sisanya, tetap.   negara di dunia mengalami inflasi yang   terhadap negara-negara barat. Pada saat
          Kondisi ini berbeda dengan negara EMDE   sudah melebihi target. Semua negara   yang bersamaan, negara-negara tidak siap
          yang menjadi importir komoditas. Hampir   maju dunia mengalami tingkat inflasi   untuk mencari pengganti minyak atau
          90 persen negara EMDE pengimpor   yang sudah melebihi target masing-  reserve-nya. Namun pada shock 2022, yang
          komoditas mengalami pemangkasan   masing negara. Sedangkan di negara   lebih dipicu konflik Ukraina-Rusia, negara-
          proyeksi pertumbuhan ekonominya.   berkembang, hampir 90 persen negara   negara dunia memiliki variasi sumber
          Hal ini masuk akal mengingat harga   sudah melampaui angka target inflasi   energi sebagai substitusinya. Misalnya
          komoditas saat ini sedang mengelami   masing-masing negara. Kombinasi   Amerika Serikat yang memiliki shale oil.
          windfall.                         inflasi yang sudah melampaui target dan   Lebih lanjut, tingkat kenaikan minyak
                                                                               tidak sedahsyat 1970 yang meningkat tiga
                        gamBar 2. ProyeksI InflasI                             kali lipat. Saat ini, kenaikan harga minyak
                                                                               maksimal 2 kali lipat.
                                                                                  Alasan ketiga, kebijakan fiskal saat ini
                                                                               lebih akomodatif. Artinya menyesuaikan
                                                                               dengan fakta ekonomi di lapangan dalam
                                                                               rangka meminimalkan risiko ekonomi.
                                                                               Pada 1970-an, kebijakan fiskal tidak
                                                                               akomodatif. Saat ada guncangan di
                                                                               dekade 1960-an dan 1970-an, kebijakan
                                                                               fiskal bersifat ekspansif. Sebaliknya,
                                                                               sekarang, Ketika ada tekanan inflasi, tidak
                                                                               sedikit pemerintah negara diperkirakan
                                                                               mulai menarik dukungan fiskalnya usai
                                                                               pandemi. Seperti di Indonesia, dimana
                                                                               memasuki tahun 2023, kebijakan fiskal
                                                                               nasional kembali ke jaliur normal dengan
                                                                               besaran defisit APBN 3 persen PDB.
                                                                                  Faktor keempat adalah ekspektasi
                           Sumber : Global Economic Prospects, Juni 2022, World Bank
                                                                               inflasi yang lebih baik. Inflasi inti saat ini

         38   Edisi 187 / 2022 / Th.XV    www.stabilitas.id
   33   34   35   36   37   38   39   40   41   42   43