Page 101 - Membangun Kadaster Lengkap Indonesia
P. 101
daratan yang secara keseluruhan seluas 64,1 juta ha (33,7%) dikelola
oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
(ATR/BPN) berdasarkan UUPA.
UUPA didasarkan pada hukum adat (Pasal 5). Dalam konteks
ini, membangun kadaster lengkap berdasarkan hukum adat dengan
jumlah suku sebanyak 1.340 menjadi sangat menantang. Tantangan ini
ditambah dengan jumlah penduduk yang sangat besar sebagai subjek
kadaster, yaitu sebanyak 268,1 juta jiwa (BPS - Statistics Indonesia,
2020). Jumlah bidang tanah sebagai objek kadaster pada tahun 2016
kurang lebih 126 juta bidang tanah. Setiap tahun muncul sekitar 3,5
juta bidang tanah baru (PP No. 24/1997 1997; KATR/BPN 2019), lihat
kembali penjelasan hal ini pada bagian I.1.
Dari konteks geografis ini, dapat terlihat kompleksitas cakupan
pekerjaan membangun kadaster lengkap di Indonesia, termasuk
tantangan dalam mengelola berbagai jenis penggunaan tanah dan
kondisi alam lainnya. Selain itu, sistem kadaster kelautan, kehutanan,
dan daratan (legal dan fiskal) tidak terintegrasi. Kebijakan Satu Peta
menemukan tumpang tindih yang tidak sedikit. Sistem kadaster yang
saling terpisah ini berpotensi menimbulkan kebijakan yang bersifat
ego sektoral, yang akan menyulitkan masyarakat dan pemerintah
dalam upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan di sektor
ekonomi, keadilan sosial, dan kelestarian lingkungan hidup.
3.1.2. Konteks Sejarah
Sistem kadaster di Indonesia dipengaruhi oleh sistem kolonial
Belanda sejak awal abad ketujuh belas hingga pertengahan abad
kesembilan belas. Kedatangan orang-orang Eropa pada tahun sekitar
1300-1500 telah mengakhiri aspek-aspek umum, termasuk pengaturan
pertanahan, dari negara-negara prakolonial dan kerajaan-kerajaan
besar (Ricklefs, 2005). Dari semua orang Eropa yang datang dan
kemudian bermukim di Indonesia, hanya bangsa Belanda yang secara
intensif mengatur hak-hak atas tanah di wilayah yang dikuasainya.
74 Membangun Kadaster Lengkap Indonesia
Dwi Budi Martono