Page 104 - Membangun Kadaster Lengkap Indonesia
P. 104
c) Tanggung jawab agraria: Meskipun pemerintah daerah memiliki
otonomi, namun urusan menurut sifatnya dan pada asasnya
merupakan tugas Pemerintah Pusat (pasal 33 ayat 3 Undang-
Undang Dasar). Dengan demikian maka pelimpahan wewenang
untuk melaksanakan hak penguasaan dari Negara atas tanah itu
adalah merupakan medebewind (UUPA, 1960).
d) Partisipasi desa dalam kadaster: Pemerintah desa dipimpin oleh
seorang kepala desa yang dibantu oleh beberapa perangkat desa,
termasuk urusan pertanahan. Desa memiliki potensi dalam
mendukung pembangunan kadaster lengkap.
Membangun kadaster lengkap Indonesia dapat diperkuat dengan
kerjasama yang lebih efektif antara pemerintah, pemerintah daerah,
dan pemerintah desa yang didukung dengan peraturan perundang-
undangan (legal framework) yang memadai.
3.1.4. Garis Besar Sejarah Kadaster
Hermanses (1966), Rais (2009), Rusmawar dkk., (2012) menjelaskan
bahwa istilah kadaster telah ada di Indonesia sejak berlakunya
staatsblad ordonansi 1826 No. 164 dengan berdirinya kantor kadaster
(Kadastrale Dienst) selama pemerintah kolonial Belanda. Lembaga
ini diperkenalkan untuk melakukan survei kadaster dan pendaftaran
bidang tanah. Pendaftaran tanah (rechts cadastre/kadaster legal)
merupakan dasar jaminan hak atas tanah bagi Belanda dan lembaga-
lembaga yang tunduk pada hukum perdata Belanda, seperti bagi orang
asing dari timur (Cina, India, Arab) yang disebut Vremde Oosterlingen.
Bagi masyarakat Indonesia yang hak atas tanahnya berdasarkan hak
ulayat, kadaster bukan jaminan hak atas tanah, tetapi kadaster menjadi
dasar pemungutan pajak tanah (landrente) yang sekarang dikenal
dengan pajak bumi dan bangunan (kadaster fiskal).
R. Hermanses, S.H. (publikasi tanpa tahun) menyatakan bahwa jika
objek kadaster merupakan bidang-bidang tanah pajak, maka yang diukur
dan dipetakan yaitu batas-batas penggunaan tanah (cultuurgrenzen). Jika
objek kadasternya adalah bidang-bidang tanah hak, maka batas-batas
hak seseorang/badan hukum atas tanah tersebut diukur dan dipetakan.
Dalam hal ini, bidang tanah untuk pajak yang menggunakan prinsip
general boundary maupun bidang tanah hak yang menggunakan prinsip
fixed boundary disebut sebagai objek kadaster
BAB 3. 77
Sistem Kadaster di Indonesia