Page 48 - Landgrabbing, Bibliografi Beranotasi
P. 48
Land Grabbing: Bibliografi Beranotasi 23
G. Mekanisme Akuisisi Tanah
Mengacu pada White (2012), land grab bisa terjadi dengan
mekanisme yang bervariasi. Pada masa kolonial proses ini terjadi
dengan memanipulasi tanah ‘kosong’ (meski jelas telah dikuasai
dan digunakan secara tradisional) menjadi tanah yang ‘tak bertuan’
(tidak ada pemiliknya) dan menjadikannya milik negara secara
‘resmi’. Di akhir masa penjajahan atau pasca kemerdekaan banyak
negara dan masyarakat sipil yang berupaya membetulkan distorsi
sejarah dengan land reform dan sebagainya, guna mengakhiri pola
kepemilikan pribadi yang luas dan mendistribusikan lahan kepada
rakyat kecil. Pada paruh abad 20, Bank Dunia juga melakukan hal
yang sama sebagai strategi pembangunan pertanian. Kini, banyak
pemerintah dan organisasi internasional mendukung akuisisi lahan
oleh korporasi raksasa (baik dalam maupun luar negeri), biasanya
dalam bentuk konsesi jangka panjang maupun bentuk ganti rugi,
atas nama ‘pembangunan’. Dinamika land grab bertumbuh lebih dari
keinginan akumulasi agribisnis daripada kebutuhan pembangunan.
Taylor dan Bending menyebutkan bahwa mekanisme akuisisi atau
perolehan tanah dapat dilakukan dengan dua cara yaitu ilegal dan
legal. Proses ilegal adalah proses perampasan tanah melalui suatu
perjanjian transaksi tanah yang memotong prosedur formal atau
juga penggunaan kekerasan militer, sementara proses legal adalah
proses pengambilalihan tanah melalui prosedur formal. Bentuk-
bentuk investasi yang dapat ditemukan adalah jual beli (purchase)
dan sewa (lease) baik long term lease maupun short term lease. Dua
bentuk investasi yang paling umum dilakukan di Asia adalah lease
(sewa) yang dilakukan dengan dua cara; 1) pemerintah menyewakan
tanah-tanah negara yang luas kepada korporasi asing dan 2) investor
asing memakai skema joint venture atau kemitraan dengan korporasi
atau pemilik tanah domestik.
Akuisisi tanah bisa dipastikan selalu hadir dalam wacana
‘pendayagunaan tanah untuk pembangunan’. Hal inilah yang bisa
ditelusuri dari narasi awal yang dijadikan pintu masuk bagi terjadinya
akuisisi tanah yaitu dengan membuat identiikasi mengenai tanah-
tanah yang disebut ‘kosong’, ’tidur’, ’tidak produktif’, marginal’,