Page 86 - Berangkat Dari Agraria
P. 86
BAB II 63
Realitas Panggung Politik Agraria
Capaian minimalis redistribusi tanah ini lebih miris lagi
jika dibandingkan dengan eksekusi redistribusi tanah di lokasi-
lokasi prioritas usulan organisasi masyarakat sipil (CSO) kepada
pemerintah. Misalnya, sejak 2016 Konsorsium Pembaruan Agraria
dan Serikat Petani Indonesia yang mengusulkan lokasi reforma
agraria, mencatat capaian redistribusi yang memprihatinkan.
Lamban
Terkait lambannya capaian redistribusi tanah, pejabat
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
sebagai kementerian yang bertugas menjalankan redistribusi tanah
obyek reforma agraria beralasan, tanah obyek reforma agraria itu
sebagian besar berasal dari pelepasan kawasan hutan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai
kementerian yang berwenang melepaskan kawasan hutan untuk
jadi tanah obyek reforma agraria terbilang sangat sulit melepaskan
kawasan hutan. Hal ini, menujukkan masalah tarik menarik
kepentingan di antara dua kementerian dalam menyediakan sumber
tanah obyek reforma agraria. Di sisi lain, Menko Perekonomian
sebagai Ketua Tim Reforma Agraria Nasional seperti dimandatkan
Perpres 86/2018 tentang Reforma Agraria sejak 2019 nampak
cenderung stagnan.
Kendala lain yang kerap diungkapkan pejabat Kementerian
ATR/BPN adalah alasan keterbatasan anggaran untuk pelaksanaan
kegiatan redistribusi tanah akibat refocusing APBN karena pandemi
Covid-19. Keterbatasan anggaran ini umumnya menjadi alasan utama
dalam eksekusi kegiatan prioritas pemerintah di tahun 2020. Arahan
untuk melakukan carry over target yang tertunda pada tahun 2020
ke tahun 2021 menjadi kerangka kebijakan umum birokrasi.
Hal ini mendorong Presiden Jokowi untuk meminta Kepala Staf
Kepresidenan mengambil peran bersama Menteri ATR/Kepala BPN
dan Menteri LHK beserta pejabat eselon satu di kedua kementerian
tersebut. Pertemuan yang difasilitasi Kantor Staf Presiden yang
digelar 23 Desember 2020 dan 8 Januari 2021 dihadiri kedua menteri