Page 84 - Land Reform Lokal Ala Ngandagan: Inivasi system Tenurial Adat di Sebuah Desa Jawa, 1947-1964
P. 84

Desa Ngandagan dan Inisiatif Land Reform Lokal di Era Kepemimpinan Lurah . . .


             lebih luas (70,7% dari total tanah pertanian) belum banyak
             dimanfaatkan karena kondisi tanahnya yang tidak subur
             dan keterbatasan teknologi pengolahan tanah yang dikuasai
             penduduk saat itu.
                 Sesuai dengan karakteristik topografis tersebut,
             terdapat dua lingkungan ekologis di desa Ngandagan,
             yakni ekosistem sawah dan tegalan. Selain merupakan ciri
             geografis, perbedaan ini juga membentuk dua sub-kultur
             yang berbeda di dalam desa. Di dataran rendah terletak
             Dusun Karang Sambung yang menjadi “pusat desa”: di
             sinilah kantor desa terletak dan para petani kaya dan
             pemimpin desa bertempat tinggal. Dua dusun lainnya yang
                           ^umumnya
             berada di perbukitan, yakni Jati Mulyo dan Karang Turi,
             menjadi “daerah pinggirannya”. Kelak di kemudian hari,
                                  ketegangan di antara
                                 v
             pada masa Orde Baru, dua sub-kultur yang berbeda ini
             semakin dimantapkan lagi dalam relasi kekuasaan politik
             lokal. Dua dusun yang terletak di perbukitan digabung
             menjadi satu dusun dengan nama “Karang Turi”: suatu
             nama yang berasosiasi pada benda-benda alam. Sedangkan
             dusun Karang Sambung kemudian berganti nama menjadi
             “Krajan”: suatu nama yang berasosiasi pada kebudayaan
             tinggi, yakni “kerajaan”, tempat berdomisili “raja” dan para
             “pamong praja”.

             2.  Kondisi Demografis
             Pada tahun 196o, jumlah penduduk desa ini sebanyak 551
             jiwa, terdiri atas 256 laki-laki dan 295 perempuan. Dengan
             jumlah ini, kepadatan penduduk desa Ngandagan adalah
                    2
             405/km ; jauh di bawah angka di Provinsi Jawa Tengah secara


                                                              55
   79   80   81   82   83   84   85   86   87   88   89