Page 85 - Land Reform Lokal Ala Ngandagan: Inivasi system Tenurial Adat di Sebuah Desa Jawa, 1947-1964
P. 85
Land Reform Lokal A La Ngandagan
2
keseluruhan yang pada tahun 1960 itu mencapai 538/km
(Wiradi 2009b: 156). Dari segi mata pencaharian, sebagian
besar penduduk Ngandagan berprofesi sebagai petani. Tidak
diketahui pasti bagaimana komposisi penduduk Ngandagan
dari segi mata pencaharian ini pada tahun 1960 (Wiradi
sayangnya tidak menyinggungnya sama sekali). Hanya saja,
ketika pemerintah melakukan Survey Tata Desa di Kecamatan
Pituruh sekitar lima belas tahun kemudian, tercatat jumlah
penduduk desa Ngandagan yang berprofesi sebagai petani
masih dominan, yakni sekitar 80%. 21
Apabila jumlah penduduk ini dibandingkan dengan
total luas areal sawah yang ada di desa Ngandagan, maka
rata-rata tanah sawah per kapita adalah sekitar 0,07 ha atau
sekitar 46,09 ubin. Sedangkan jika dibandingkan dengan
total luas areal pertanian yang ada (mencakup sawah dan
tegalan, di luar pekarangan), maka rata-rata tanah pertanian
per kapita menjadi sekitar 0,22 ha atau sekitar 157,8 ubin.
Namun, sulit memperhitungkan berapa rata-rata luas
tanah sawah atau luas tanah pertanian yang dikuasai per
rumahtangga petani, karena data jumlah rumahtangga
di desa Ngandagan saat itu tidak tersedia. Tetapi sekedar
untuk membuat satu perkiraan, dengan mengasumsikan
bahwa rata-rata rumahtangga memiliki anggota 5 orang,
maka didapatkan hasil perhitungan sebagai berikut: khusus
untuk tanah sawah, setiap rumahtangga rata-rata menguasai
21. Lihat: Laporan Hasil Survey Pendahuluan Tata Desa Kecamatan
Pituruh, Kabupaten Dati II Purworejo, Propinsi Dati I Jawa Tengah.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pembangunan Desa, Departemen Dalam
Negeri Republik Indonesia, 1976/1977.
56