Page 89 - Land Reform Lokal Ala Ngandagan: Inivasi system Tenurial Adat di Sebuah Desa Jawa, 1947-1964
P. 89
Land Reform Lokal A La Ngandagan
lama berlalu, dan masih menyisakan penderitaan pada
masyarakat. Banyak warga Ngandagan yang dipekerjakan
sebagai romusha pada masa itu. Namun di sisi lain, pada
saat yang sama spirit kemerdekaan juga sedang bergelora
di tengah-tengah suasana revolusi melawan tentara Belanda
yang hendak mengembalikan kekuasaan kolonial. Semangat
jaman semacam ini pasti berpengaruh pada pribadi
Soemotirto yang sudah sejak masa kolonial tergerak pada
perjuangan kemerdekaan nasional. Tidak heran jika banyak
gagasan “sosialisme” dan optimisme kemerdekaan yang ia
kampanyekan saat mencalonkan diri sebagai lurah. Dalam
kemelut sejarah semacam inilah terpilihnya Soemotirto
mencerminkan besarnya harapan warga desa pada diri
Soemotirto untuk menciptakan perubaikan kehidupan
x
yang nyata di desanya.
Sebagai pemimpin, Soemotirto dikenal sebagai sosok
yang karismatis. Ia memiliki visi yang jelas mengenai arah
perbaikan masyarakatnya, khususnya terkait dengan penataan
penguasaan tanah dan prinsip bahwa tanah hanya milik
mereka yang benar-benar menggarapnya. Selain itu, ia
mampu mengartikulasikan visinya itu ke dalam ungkapan-
ungkapan yang mudah dicerna, misalnya melalui penggunaan
aneka perumpamaan dan kisah, sehingga dapat menimbulkan
keyakinan dan dukungan para pengikutnya. Namun, hal
yang lebih penting adalah komitmen Soemotirto yang tinggi
pada visinya tersebut serta kemauannya yang kuat untuk
mewujudkannya. Ia bahkan tak segan-segan mengambil
risiko harus berlawanan dengan atasan-atasannya di tingkat
60