Page 87 - Land Reform Lokal Ala Ngandagan: Inivasi system Tenurial Adat di Sebuah Desa Jawa, 1947-1964
P. 87
Land Reform Lokal A La Ngandagan
corak kepemimpinannya. Selanjutnya akan dijelaskan apa
latar belakang sampai ia melansir kebijakan land reform
ini. Lantas, bagaimanakah bentuk konkret dari land reform
lokal tersebut dan kebijakan pembaruan lainnya. Dan
bagaimanakah dampak dari semua langkah pembaruan
itu terhadap perbaikan struktur agraria dan aspek-aspek
sosial-ekonomi setempat.
B. SOEMOTIRTO DAN KEPEMIMPINANNYA
Soemotirto adalah lurah yang ketujuh dalam sejarah
kepemimpinan di desa Ngandagan. Lurah pertama bernama
Tjogati yang kepemimpinannya dilanjutkan oleh empat
lurah berikutnya yang nama-namanya tidak diingat lagi
oleh penduduk desa. Setelah itu, kedudukan lurah dijabat
oleh Martodihardjo sampai dengan tahun 1946; saat ia
digantikan oleh Soemotirto melalui proses pemilihan
langsung oleh warga desa. Terpilihnya Soemotirto sebagai
lurah desa Ngandagan patut untuk diuraikan di sini.
Nama lengkap Soemotirto adalah Mardikoen Soemotirto.
Ia sebenarnya berasal dari desa tetangga Wonosari yang
berbatasan dengan dusun Karang Turi, Ngandagan.
Keluarganya berasal dari kalangan petinggi desa. Kakaknya,
Tirtowardoyo, pernah menjadi lurah di Wonosari. Itulah
sebabnya, sewaktu muda, Soemotirto dapat mengenyam
pendidikan sampai tingkat MULO (Meer Uitgebreid Lager
Onderwijs); yakni sekolah lanjutan tingkat pertama di era
penjajahan Belanda.
Setamat dari MULO, ia lantas pergi merantau ke
Sumatera dalam waktu yang cukup lama untuk bekerja
58