Page 88 - Land Reform Lokal Ala Ngandagan: Inivasi system Tenurial Adat di Sebuah Desa Jawa, 1947-1964
P. 88
Desa Ngandagan dan Inisiatif Land Reform Lokal di Era Kepemimpinan Lurah . . .
sebagai kuli kontrak di perkebunan. Di Sumatera inilah dia
berkenalan dan kemudian terlibat dalam dunia pergerakan.
Mula-mula ia bergabung menjadi anggota Sarekat Islam
(SI). Ketika kemudian SI pecah menjadi “SI Putih” dan “SI
Merah” (komunis), ia memilih bergabung kelompok yang
terakhir yang kemudian dikenal dengan Sarekat Rakyat. Pada
waktu di perantauan inilah Soemotirto pernah dipenjara oleh
pemerintah kolonial akibat keterlibatannya dalam aktivitas
politik tersebut (Wiradi 2009b: 161-162).
Saat kembali ke Ngandagan, Soemotirto datang
sebagai sosok progresif yang menawarkan berbagai gagasan
pembaruan dan kemajuan. Meskipun mula-mula ketokohan
Soemotirto mungkin belum banyak dikenal warga desa,
namun gagasan-gagasan pembaruan yang ia tawarkan itu
pada akhirnya mampu memikat simpati mereka. Purwanto
(1985: 29) mencatat bagaimana Soemotirto rajin mendatangi
rumah penduduk untuk memberikan gambaran mengenai
kemajuan yang akan mereka alami di masa mendatang,
seperti pembangunan sekolah, peningkatan hasil pertanian
dan perikanan, dan yang paling penting adalah rencananya
memberikan tanah garapan kepada seluruh penduduk
Ngandagan. Kampanye Soemotirto yang oleh sebagian
penduduk desa disebut sebagai “dongeng” itu ternyata
mampu meyakinkan banyak pemilih sehingga Soemotirto
akhirnya terpilih sebagai lurah Ngandagan yang baru
(Purwanto 1985: 29).
Terpilih sebagai lurah pada tahun 1946, Soemotirto
menghadapi keadaan desanya yang carut marut secara
sosial maupun ekonomi. Kekejaman fasisme Jepang belum
59